0leh : Ust. Uri Mashuri
Pendahuluan
Manusia lahir dalam keadaan fitrah, atau memiliki kemampuan dasar yang
tidak dapat dikembangkan secara baik dan maksimal tanpa bimbingan proses
pendidikan.
Kebutuhan akan pendidikan, bukan sekedar untuk mengembangkan individu
dan social manusia, melainkan mempersiapkan manusia untuk menjadi khalifah di
muka bumi serta menjadi hambaNya yang baik.
Kisah Nabi Adam a.s.
Sebelum rencana Allah dilaksanakan untuk menjadikan Adam a.s. memangku
khalifah di muka bumi, Allah menempatkan dahulu Adam a.s. dalam surga. Untuk
memberi pelajaran dan pengalaman serta memberi kesan tentang surga yang makmur
yang penuh dengan kedamaian. Diharapkan
pengalaman di surga itu menjadi obsesinya di dunia nanti, untuk
membangun dunia ini menjadi surga kedua yang penuh kedamaian. Keberhasilan
pembangunan di dunia ini akan dirasakan sebagai hasil jerih-payah manusia, yang
Allah nanti tidak akan menyia-nyiakan dengan
anugrah berupa surga ketiga di
akhirat nanti.
Tugas kekhalifahan akan dianggap berhasil, seandainya pelaksanaannya
sesuai dengan yang telah digariskan oleh Allah serta lingkungan tempat tugas
dilaksanakan yang diperhitungkan dari segala aspeknya.
Manusia dibekali Allah dengan
akal, ad dien ( petunjuk ) serta kekayaan alam yang sangat mencukupi untuk
kebutuhan manusia. Semua itu dimaksudkan agar manusia dapat mencapai
perkembangan yang maksimal dari potensi-potensi baiknya dan menekan semaksimal
mungkin potensi jahatnya.
Adam a.s. diturunkan ke muka bumi bukan sebagai hukuman, melainkan
sebuah kebangkitan menuju kedewasaan dan kemandirian. Tujuan yang dikehendaki
Allah atas Adam a.s. dan anak keturunannya adalah kemampuan menjadi hambaNya
dan khalifahNya. ( Al-Dzariyat 56 dan Al Baqarah 30 )
Atas dasar itu kita dapat menyebutkan bahwa tujuan pendidikan menurut Al
Qur’an adalah “Membina manusia secara
pribadi dan kelompok sehingga
mampu menjalankan fungsinya sebagai
hamba Allah dan KhalifahNya, guna membangun dunia ini sesuai dengan
konsep yang ditetapkan oleh Allah.”
Dakwah dan Pendidikan
Dr Muhammad Javad as Sahlani, dalam
At Tarbiyyah wa at Ta’lim fil al Qur”an al Kariem, menyebutkan bahwa pendidikan Islam sebagai "proses mendekatkan manusia kepada tingkat kesempurnaan, dan
mengembangkan kemampuannya". Dari keterangan tersebut kita sulit dapat
memisahkan antara pendidikan. dan dakwah.
“Katakanlah, inilah jalanku, aku memanggil kepada jalan Allah", Yusuf
l05. Begitu luasnya cakupan dakwah sebab seluruh segi kehidupan yang ditempuh
oleh Rasulullah adalah cakupan dakwah.
Yang disebut dakwah pada hakikatnya adalah aktualisasi iman, yang
mengambil bentuk, suatu system kegiatan manusia yang beriman dalam bidang
kemasyarakatan, yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara
merasa, cara berfikir, dan bersikap secara Islami. Dakwah adalah
sentuhan-sentuhan psykologis dan sosiologis dengan realita yang ada, sehingga
dakwah mampu memberi dasar filosofi, arah dorongan dan pedoman menuju perubahan
masyarakat sampai terwujudnya masyarakat Islam. Dan itu pula merupakan tujuan
pendidikan Islam.
Al Qur”an menyebutkan beberapa prinsip pendidikan antara lain :
-
Pendidikan
harus membantu proses pencapaian menuju tingkat kesempurnaan.
Al Muluk ayat 2.
-
Menunjuk
model sebagai teladan, Rasulullah mendapat kehormatan dari Allah
Sebagai manusia teladan – uswatun hasanah
– Al Ahzab ayat 21.
-
Pendidikan
Islam harus mampu mengembangkan potensi yang baik.Asy
Syams ayat 7 dan 8
- Pendidikan Islam harus berujung pada tingkat kesadaran yang tinggi. Ali Imraan 79, An Nur ayat 37.
-
Pendidikan
Islam harus mampu menciptakan manusia yang berilmu, bertaqwa
dan beramal shaleh ( berakhlak ). Al
Qur”an menyebut lebih dari 70 kali hal tsb
Juga pendidikan dalam Islam yang menjadi perhatian bukan kwantitas
melainkan kwalitas, terbukti Al Qur”an tidak p[ernah menyebut aksaru amala atau
amalan katsiran, tetapi senantiasa menyebut ahsanu amala atau amalan shaliha.
Metoda Pendidikan Islam
Islam dalam mengarahkan pendidikan kepada manusia, disesuaikan dengan
fitrah kejadiannya. – sejalan dengan unsur penciptaannya, jasmani, akal dan
jiwa. Sehingga manusia merasa bahwa ia dengan akalnya berperan dalam menemukan
hakikat materi yang diajarkan Allah dan bertanggungjawab untuk membelanya.
Salah satu metode yang dilaksanakan dalam Al Qur”an dalam mendidik
manusia adalah menggunakan kisah. Setiap kisah menunjang materi yang
disajikan, baik yang bersifat nyata maupun yang bersifat simbolik. Juga dalam
kisah kisah Al Qur’an tidak segan-segan untuk menuturkan berbagai kelemahan
manusia.. Di samping itu juga Al Qur”an menggunakan metode pendidikannya dengan
menggunakan pembiasaan dan dalam kesempatan lain disebutkan dalam bentuk
panutan dan keteladanan.
Di sinilah peran keluarga sangat
penting dan menentukan, di keluargalah kunci keberhasilan terletak. Nabi
menyatakan orangtualah yang menentukan
apakah anak akan menjadi Majusi, Yahudi ataupun Nasrani. Karena keluarga
merupakan Lembaga Pendidikan yang pertama dan utama.
Keluarga
Tidak akan sempurna kehidupan seorang laki-laki tanpa didampingi pasangannya seorang istri yang shalihah,
demikian juga tiada akan tergapai kesempurnaan
hidup bila seorang wanita tanpa pendamping seorang suami yang shaleh.
Itulah keyakinan kita.
Keluarga terbentuk karena ikatan perkawinan yang bertumpu pada ketentuan
Allah Yang Maha Bijaksana. Disyariatkan olehNya ketentuan-ketentuan yang pasti
yang mengikat orang yang beriman agar
tercapai ketentraman dan kebahagiaan
baik lahir maupun batin. DituntunNya agar yang beriman mendahulukan landasan
agama sebagai awal memilih pasangan, walaupun tidak disalahkan pertimbangan
kecantikan, keturunan maupun kekayaan tapi kalau yang ingin dicapai adalah kemaslahatan dunia dan akhirat , lahir
dan batin agamalah yang mesti diutamakan.
Berkeluarga dalam Islam merupakan tindak ibadah. Dalam ibadah niat serta
cara sangatlah menentukan. Karena ibadah baru diterima oleh Allah jika niatnya
benar dan caranyapun benar serta tidak musyrik kepada Allah.
Tujuan berkeluarga dalam Islam disebut dengan istilah yang sangat
popular, yaitu menggapai keluarga yang sakienah, mawaddah wa rahmah. Para ulama memahami
istilah sakienah kaitannya dengan kemapanan ekonomi sebab unsur ekonomi
sangat penting dalam menjalani bahtera rumah-tangga. Mawaddah, dipahami
kaitannya dengan ketertarikan bersifat fisik antara pasangan suami istri sedang
rahmah lebih menitik beratkan pada keharmonisan rohaniah berupa saling
memahami, mengasihi, menerima serta saling menyadari hak dan kewajiban
masing-masing. Rahmah inilah merupakan
tali yang paling kokoh yang tetap
mengikat sebuah perkawinan
Dalam sebuah sabdanya Nabi menyatakan
: “ Bila Allah menghendaki sebuah keluarga
terangkat derajatnya, maka di keluarga itu dipahamkan agama bagi
anggotanya, yang muda tidak kehilangan
sopan santun yang tua tidak kehilangan wibawa,hemat dalam belanjanya, harmonis
dalam kehidupan rumahtangganya serta menyadari cacat kekurangan dirinya dan
berusaha untuk mengatasinya “.
Dalam hadis itu tersirat syarat yang mesti dipenuhi jika ingin membangun
rumah tangga yang baik. Karakter yang baik yang sangat menentukan.
Tujuan utama Allah menurunkan syariat adalah menjaga dan memelihara agama itu sendiri,
memelihara akal, memelihara jiwa,
menjaga akhlak serta menjaga harta dan keturunan. Hampir semua itu dapat terwujud dalam kehidupan rumah-tangga.
Kewajiban orang tua terhadap
anaknya ialah :
-
memberikan
teladan perilaku yang baik
-
memberikan
motivasi yang tepat serta
-
memberikan
fasilitas agar anak dapat berkembang jasmani dan rohaninya dengan maksimal.
Mengingat tanggungjawab yang begitu besar dalam berkeluarga terutama
tanggungjawab terhadap generasi penerus tentunya kita tidak bias sembarangan
memilih pasangan hidup kita.
Wallahu a’lam.
Cirebon, 17 September
2OO5 .
No comments:
Post a Comment