Oleh : Ust. Uri Mashuri
“Orang yang menghancurkan bangsanya adalah mereka
yang tidak pernah menanam,
menenun dan menjala, tapi menjadikan politik
sebagai mata pencahariannya”
(Kahlil Gibran)
* Judul aslinya adalah " TELAAH
KRITIS TERHADAP IMPLEMENTASI
MORAL FORCEDALAM
AKTIVITAS MAHASISWA KUNINGAN*
Sosok mahasiswa sebagai
calon intelektual di belahan bumi manapun perannya sangatlah menentukan setiap
agenda perubahaan sosial, termasuk di dalamnya perubahan pemerintahan.
Apalagi seperti
Indonesia yang telah berganti presiden lima kali, dengan “ritual pemaksaan”,
mahasiswa senantiasa menjadi penentunya.
Mahasiswa, dalam tahap
usia adolecentia (antara 16-26 tahun) memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1
semangat
kepemudaan dengan energi melimpah
2
cita-cita
tinggi (idealis)
3
hasrat
untuk dihargai dan identitas diri, serta
4
usaha
coba-coba untuk mencapai prestasi
Mahasiswa sangat peduli
terhadap perkembangan yang ada di sekelilingnya. Inilah alasan mahasiswa
menjadi aktivis di tengah-tengah masyarakat.
NEGERIKU SAYANG NEGERIKU
MALANG
Sejak menjelang
runtuhnya Orde Baru sampai Orde Reformasi sekarang ini, hubungan antar insan di
Indonesia mengalami penurunan keakraban. Berbagai konflik melanda negeri yang
terkenal berkarakter ramah dan penuh toleran. Negeri ini coreng-moreng terlanda
krisis, yang bukan hanya krisis ekonomi, tetapi juga krisis seluruh segi
kehidupan.
Kepercayaan
sebagai landasan setiap relasi antarinsan menjadi hancur. Inilah yang sangat
merisihkan masyarakat termasuk mahasiswa.
Hilangnya
landasan kepercayaan dalam interaksi antarinsan memunculkan bahasa-bahasa
kekerasan untuk menyelesaikan masalah, termasuk di dalamnya barbagai unjuk rasa
sebagai bentuk tekanan untuk mencapai yang diinginkan.
Wajah-wajah
segar, serem dengan satuan berseragam, banyak menghiasi negeri tercinta. Mereka
siap membela yang bayar.
Demokrasi
tidak lagi sebagai ajang musyawarah yang luhur dan terhormat, tetapi menjadi
ajang laksana gelanggang adu panco untuk menentukan siapa yang kuat. Takheran,
sering tercium bau busuk saat menentukan pimpinan-pimpinan di negeri ini
lantaran politik uang yang senantiasa ikut mengiringi. Setiap partai, setiap
kelompok, setiap golongan kiranya senantiasa mewiridkan kata-kata “harus
menang” bagimana pun caranya walaupun jagonya jauh dari kepantasan.
Negeri
dengan masalah berjibun, konon dengan 40 juta penganggur, 11 juta anak usia SD
drop out, jutaan pengungsi yang belum terselesaikan, hutang yang takterbayarkan
1600 trilyun rupiah, dengan beban bunga per tahun 80,9 trilyun, kerusakan
lingkungan yang sangat parah, penegakan hukum yang sangat memprihatinkan,
runtuhnya disiplin ditambah dengan keserakahan dan arogansi para elit, membuat
negeri ini benar-benar malang. Simpati ada jika kita masih memiliki hati nurani
yang penuh keprihatinan sebagai anak bangsa.
AKTIVIS MAHASISWA
Mahasiswa
yang kritis tentu tergerak hatinya untuk menyaksikan keadaan carut-marut yang
melanda lingkungannya. Dengan modal idealisme yang tinggi dan semangat yang menggelegak, mereka tidak
tinggal diam. Mereka berbuat untuk mengubah keadaan ini menjadi keadaan yang
lebih baik.
Dengan
gayanya yang khas, mereka meneriakan aspirasinya. Mereka mengkritik
kebijakan-kebijakan, baik dari pimpinan nasional maupun regional yang dirasakan
melenceng dari semangat reformasi yang mereka usung dan mereka kawal dengan
sepenuh hati.
Idealisme
mereka takluput pula dari godaan-godaan yang menggiurkan. Materi serta
fasilitas dari pihak yang dikritik taksedikit membuat mereka gamang.
Kepentingan sesaat takmembuat mereka tergelincir. Miskinnya keteladanan dari
para seniornya yang sudah jadi dan mapan serta hasrat ingin segera menikmati
kemapanan membuat moral force mereka kurang bertaji.
Mahasiswa
yang tanpa kekuatan materi, tanpa kekuatan senjata, tanpa memiliki kewenangan, moral
force-lah satu-satunya modal untuk mendapatkan dukungan dari berbagai
pihak. Moral force atau kekuatan moral adalah himpunan dari
simpul-simpul kebaikan daan keutamaan karakter yang membentuk citra bersih,
baik, indah, dan benar, yang berdampak bukan ditakuti dan dibenci melainkan
disegani dan dirindukan.
Robins salah seorang pakar organisasi menyatakan bahwa
untuk mencapai citra seperti itu diperlukan berbagai faktor yaitu:
4
Integritas yaitu ketulusan,
kejujuran, dan jauh dari arogan
5
Kompetensi, yaitu memiliki
kemampuan teknis pada bidangnya yang mendapat dukungan lingkungannya
6
Konsistensi, yaitu memiliki
komitmen yang kuat, dapat diandalkan, dan menyatu antara kata dan perbuatan
7
Loyalitas, yaitu memiliki
kesetiaan pada janji, menjaga amanat, dan pantang berkhianat
8
Keterbukaan, yaitu mampu
berbagi informasi yang benar dan tepat tanpa menimbulkan prasangka
Sebagian orang mengira bahwa aktivis itu hanya tukang demo
dan tukang protes terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah atau pada pejabat dan
instansi yang dianggap tidak benar. Padahal, aktivis mahasiswa takterbatas
ruang lingkupnya, seperti diskusi ilmiah, pelestarian alam, bakti sosial,
penyuluhan pada masyarakat, kegiatan keagamaan, sanggar kesenian, kegiatan
keolahragaan dan kegiatan apa pun yang menunjang proses pendewasaan intelektual
sesuai kapasitasnya sebagai seorang atau kelompok mahasiswa.
Kuningan
dengan segala kesederhanaan kota kecil yang minim aktivitas keintelektualan
karena minim fasilitas memunculkan aktivitas mahasiswa yang tidak mendapatkan
kondisi yang memungkinkan untuk berkembang maksimal. Tambahan pula, dengan
terbatasnya kualitas sumber daya manusianya, aktivis-aktivis mahasiswa – saur
kang kabayan tea mah, “padu ulah kakantun wae.”
Sulit bagi
penyaji untuk menelaah kritis implementasi moral force aktivitas
mahasiswa karena kedua unsur tersebut, yaitu aktivitas dan moral force,
belum banyak terlihat muncul di permukaan.
Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment