Oleh : Ust Uri Mashuri
Perumpamaan kaum mukmin
dalam hal jalinan kasih sayang, kecintaan, dan kesetiakawanan sama seperti satu
tubuh yang bila salah satu anggotanya mengeluh karena sakit maka seluruh
anggota yang lainnya menunjukan simpatinya dengan berjaga semalaman dan menanggung
panas karena demam. (H.R Bukhori dan
Muslim).
Banyak umat
Islam yang keliru memahami persoalan ibadah. Kita mengira bahwa ibadah hanya
dipahami dengan batasan yang sempit, yaitu ritual semata. Dengan kata
lain, hanya ibadah mahdhoh. Orang disebut shaleh bila kelihatan “khusuk dalam
shalatnya, sering pergi haji atau umrah, berpakaian serba putih, serta tasbih
terlihat berputar di antara jari-jarinya”, sementara di sekelilingnya tak
sedikit saudara sesamanya yang bergizi buruk, tak mampu membayar SPP anaknya,
atau membiarkan anggota lainnya menderita sakit lantaran takada uang untuk
berobat.
Kesetiakawanan
dan cinta kasih banyak dicontohkan Nabi dan para sahabat. Perhatian yang penuh
serta kepedulian kepada kaum dhuafa membuat agama Islam disebut Liberating
Force kekuatan pembebas dari kedhuafaan. Dibangkitkan oleh Islam semangat
kebersamaan yang penuh kasih sayang maka dibangunlah jembatan rasa dan hati
yang menghubungkan satu dengan yang lain dengan pondasi keikhlasan. Semangat
inilah yang pada awal perkembangan Islam menjadi kunci penentu kemajuan
peradaban manusia.
Masyarakat Marhamah
Tentunya,
jadi dambaan kita semua tinggal di lingkungan yang nyaman dan menyenangkan.
Warga Kuningan menggambarkannya dengan motto ASRI (aman, sehat, rindang,
indah). Empat kata yang apabila terwujud akan menjadikan Kuningan sebagai
tempat tinggal yang sangat ideal. Islam dengan konsep dasar keseimbangan dan
integral menjadikan manusia bukan hanya menjadi seonggok daging dan tulang tapi
juga mahluk yang memiliki dimensi rohani sehingga dalam perjalanan hidupnya
tidak berhenti pada persoalan materi dan ekonomi semata, tapi juga mementingkan
nilai-nilai luhur yang immaterial. Jadilah dia memiliki nilai mahluk
yang memiliki nilai perikemanusiaan dan menjadikan kehidupan sosialnya menjadi
kehidupan yang penuh keadilan.
Asas keadilan yang diyakini
dan diupayakan perwujudannya bertumpu pada tiga prinsip:
9
Kebebasan
jiwa yang mutlak
10 Persamaan kemanusiaan yang sempurna
11 Jaminan sosial yang kuat
Kebebasan Jiwa yang
Mutlak
Tauhid
–mengesakan Allah– merupakan doktrin pembebas dari belenggu yang membelit
manusia. Penyerahan yang mutlak kepada zat Yang Mahakuat dan Mahabijaksana
menjadikan manusia terbebas dari kekhawatiran dan ketakutan dalam menjalani
kehidupan. Keyakinannya tentang Allah Maha Pengatur, Maha Pemelihara, serta
Maha Pembagi rezeki, membuat tiap diri muslim merasa tenteram dalam menjalani
kehidupan. Ia senantiasa merasa ada yang menjaga, mengatur serta memelihara
kehidupanya dengan penuh kesadaran dilandasi jiwa yang bebas tanpa
keterpaksaan. Ia jalani hidup sesuai dengan kehendak Penciptanya.
Muslim akan
merasa tenteram manghadapi kenyataan yang tidak bisa ia ubah, tapi ia pun
memiliki keberanian akibat kebebasan jiwa yang mutlak untuk mengubah apa yang
dapat ia ubah.
Persamaan kamanusiaan yang
sempurna
Islam
menjelaskan kepada kita tentang asal usul kejadian manusia dari jenis yang
satu, sumbernya satu, harkat dan martabat kemanusiaannya sama tidak ada
perbedaan. Yang membedakannya hanya amal shaleh dan taqwanya. Dengan jiwa bebas
dan bersih kita menerima kebenaran ini. Hati kita damai menerima kebenaran ini
karena sesuai dengan fitrah. Kita tidak akan merasa kecil bila berhadapan
dengan mereka yang lebih dari kita dan kita pun tidak akan merasa besar bila
berhadapan dengan mereka yang tidak seberuntung kita. Benang merah dari
persamaan membuat kita satu dengan yang lain merasa bersaudara, sederajat, dan
semartabat karena sama-sama menjadi hamba Allah yang saling menyadari.
Kebutuhan hidup kita tidak bisa dipenuhi sendiri, mesti memerlukan bantuan
orang lain untuk memenuhinya. Inilah dorongan untuk saling menolong
antarsesama. Gemerlap harta, gemerincing perhiasan, dan onggokan pangkat
takakan menyilaukan mata untuk menghalangi dalam melihat hakikat kesamaan
kamanusiaan. Itulah kesamaan yang sempurna.
Jaminan Sosial yang Kuat
Islam
mengajarkan kebebasan dalam bentuknya yang sempurna dan persamaan kemanusiaan
dengan artian yang paling dalam. Kebebasan dan persamaan yang dimiliki manusia tidak
dibiarkan begitu saja sehingga diekspresikan dengan penuh keliaran. Islam
mengajarkan norma baik dan buruk, mulia terpuji, dan hina nestapa. Digariskan
pula kaidah-kaidah yang penuh kebajikan sehingga kehidupan bermasyarakat
menjadi kehidupan yang penuh rahmat. Itulah jaminan sosial yang kuat.
Diri
pribadi harus mampu menjamin dirinya sendiri agar tidak mengikuti hawa nafsu
sehingga terhindar dari kehancuran. Keluarga sebagai lembaga yang utama harus
mampu menciptakan suasana yang membuat seluruh anggota keluarga merasa nyaman
di dalamnya.
Masyarakat
yang dikehendaki agama adalah masyarakat yang marhamah yang di dalamnya terbina
suasana kebersamaan, persatuan, persaudaraan, serta siap untuk menolong satu
dengan yang lain dalam menghadapi barbagai kesulitan.
Muamalah
Ibadah
mahdhoh, orang menyebutnya sebagai hubungan vertikal menusia dengan sang
Khalik. Itulah yang disebut dengan hablum minallah, sedangkan muamalah
disebut sebagai hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya. Itulah
yang disebut hablum minannas.
Manusia
digambarkan oleh Al Quran sebagai mahluk yang seimbang antara hablum
minallah dengan hablum minannas. Kehinaan, kejatuhan, serta
kehancuran adalah akibat rusaknya hubungan tersebut.
Perbandingan
antara ibadah dan muamalah dalam Al Quran, kata seorang ulama, kurang lebih
satu berbanding seratus. Praktik muamalah lebih banyak dan lebih sering disebut
dalam Al Quran. Tentunya, praktik tersebut sebagai implementasi insan yang
menjadikan Al Quran sebagai pedoman
hidup.
Kiranya
sudah selayaknya di samping ibadah mahdhoh yang kita lakukan, kita tingkatkan
pula muamalah yang hakikatnya merupakan bentuk pengabdian kepada Allah. Itulah
ibadah di tengah masyarakat yang dinamakan keshalehan sosial yang menjadi
kewajiban kita sebagai seorang muslim.
Wallahu a’lam
Kuningan, Juni 2005
No comments:
Post a Comment