Oleh : Ust. Uri Mashuri
Apabila Allah berkehendak mengangkat derajat sebuah keluarga, maka keluarga itu: disenangkan pada agama, yang tua tidak kehilangan wibawa, yang muda tidak kehilangan sopan santun, hemat dalam belanja, diharmoniskan dalam pergaulan rumah-tangganya , saling menyadari kekurangan masing-masing, dan berusaha mengatasi kekurangan itu. Jika Allah menghendaki sebaliknya, maka Allah membiarkan keluarga itu dalam kesesatan. (H.R. Dailami dari Anas bin Malik)
K e l u a r g a
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat.
Keluarga inti terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya. Kita semua lahir, tumbuh, besar, dan berkembang di
tengah keluarga. Betapa berartinya sebuah keluarga dalam perjalanan hidup kita.
Kita sering menyaksikan betapa beratnya anak-anak yang kehilangan keluarga atau
lepas hubungan dengan keluarga. Persoalan keluarga menempati peringkat pertama
pemicu stress yang menimpa seseorang.
Pembentukan keluarga diawali dengan akad nikah.
Seorang laki-laki tidak akan sempurna menjalani proses kehidupannya bila tidak
didampingi seorang istri yang shalihah. Demikian juga seorang wanita tidak
mungkin menggapai kebahagian dan kepuasan batin bila tidak didampingi seorang suami yang bertanggung
jawab dan penuh kasih sayang.
Akad nikah adalah mempertemukan dua pribadi yang
sama-sama bermartabat kemanusiaan dalam ikatan suami-istri, yang di dalamnya
mengandung ketentuan hak dan kewajiban yang harus sama-sama dipenuhi timbal
balik, demikian Moh. Natsir memberi batasan. Bukan sembarang ikatan dan bukan
sembarang janji yang bisa putus dan diingkari kapan saja, tetapi ikatan lahir
batin yang suci dan penuh amanat. Nabi menyatakan: “ Takutlah kepada Allah akan istrimu karena engkau
mengambilnya dengan amanat Allah “
Dilandasi dengan takwa mulailah pasangan baru itu membina rumah
tangga, mempersiapkan generasi baru sebagai penerus, penyambung sejarah hidup. Pembagian tugas yang jelas antara hak dan kewajiban harus
ditunaikan serta disadari kodratnya masing-masing. Pagi-pagi suami pergi mencari nafkah yang halal. Berat tugas
ini dilakukan, tetapi tulus ia kerjakan karena merupakan sebuah cita-cita yang mulia penuh harapan. Setiap
sore pulang penuh kepenatan. kembali ke rumah untuk memulihkan kesegarannya.
Rumah tangga yang penuh keharmonisan yang
diliputi kasih sayang akan melahirkan
dan menumbuhkembangkan generasi yang penuh kebahagiaan, yaitu Sehat lahir dan
batin yang merupakan sumbangan besar bagi pembentukan karakter bangsa. Bangsa yang kuat terdiri dari keluarga
yang kuat; bangsa yang sejahtera terdiri dari keluarga-keluarga sejahtera;
bangsa yang adil pun demikian, terdiri dari keluarga-keluarga yang adil.
Sebaliknya, bangsa yang lemah terdiri dari keluarga-keluarga yang lemah.
Keluarga sangat penting bagi pembangunan bangsa. Namun, kita memang sering
mengabaikannya.
Sakinah, Mawaddah dan Rahmah
Sering kita dengar kata sakinah, mawaddah
dan rahmah. Perkataan tersebut biasanya hanya diartikan keluarga
bahagia. Begitu yang sering kita dengar. Dalam salah satu tulisan M. Quraish
Shihab disebutkan bahwa sakinah artinya mampu menenteramkan keluarganya, mampu mencukupi kebutuhannya,
baik jasmani maupun rohani; Mawaddah kaitanya dengan ketertarikan fisik
antara suami dan istri, yang sepadan dengan istilah Sunda, bogoh; Sedang
rahmah adalah ikatan yang lebih dalam lagi, berupa persamaan perasaan
dan pemikiran karena diikat oleh
persamaan cita-cita dan harapan.
Mungkin fisik sudah lemah, kewajiban-kewajiban
sudah terlalu udzur untuk ditunaikan, tetapi kasih sayang takpernah padam.
Terangkum dalam ungkapan tulus dari pasangan yang sudah sama-sama sepuh : “Beradu
pandang sudah tak bergetar lagi, bersentuh kulit sudah tak bergairah lagi, tapi
bila istriku sakit aku merasakan sakitnya, bila ia pergi aku sangat kehilangan”
Itulah gambaran rahmah yang sulit
didefinisikan, tetapi sangat indah dirasakan.
Itulah rumah tangga yang sangat kita dambakan
sebab rumah tangga adalah karya kita yang monumental. Kegagalan kita dalam
membina rumah tangga seperti terasa sebagai kegagalan kita dalam merasakan
hidup. Kesuksesan kita dalam membina rumah tangga seperti terasa sebagai
kesuksesan kita dalam hidup. Sampai-sampai ada orang yang mengatakan: “Kalau
ada surga di dunia ini pasti surga itu adalah rumah tangga yang bahagia, kalau
ada neraka di dunia ini tentu rumah tangga yang penuh ketidak harmonisan”.
Keluarga yang Bermartabat
Dalam hadits di atas disebutkan syarat-syarat
keluarga yang bermartabat yang dimuliakan oleh Allah:
1
Disenangkan
pada agama, artinya seluruh anggota keluarga itu menjadikan agama sebagai
pegangan dan petunjuk hidupnya, cara bergaul, cara hidup, cara menata rumah,
cara mendidik anak, cara bertetangga dan bermasyarakat, agamalah yang jadi
rujukannya
2
Yang tua
tidak kehilangan wibawa dan yang muda tidak kehilangan sopan-santun. Itulah
keindahan dalam sebuah keluarga, semua
tahu peran masing-masing, semua menyadari kewajiban masing-masing.
3
Hemat dalam
belanja. Suka – tidak suka bahwa di rumah tangga itu seperti perusahaan ada
pemasukan dan ada pengeluaran. Repot bila rumah tangga besar pasak dari tiang.
Nabi mengingatkan kita agar hemat, dan ekonomis dalam belanja, bisa membedakan
antara keinginan dan kebutuhan . Penyair Arab,
Mutanabi, menyebutkan : “ Orang yang kaya itu adalah orang yang sedikit
keinginannya, orang yang miskin itu adalah orang yang banyak keinginannya.
Tentunya kita bebas memilih mau jadi orang kaya apa ingin tetap miskin. Tinggal
atur belanja kita.
4
Semakin
harmonis dalam pergaulan keluarga. Selain ekonomi, masalah yang paling berat
dihadapi sebuah keluarga adalah penyesuaian –adaptasi– pernikahan yang
disadari mempersatukan pribadi yang
berbeda dengan latar belakang yang berbeda, kultur keluarga yang berbeda, dan
sekarang berada dalam satu biduk mengayuh bersama. Dengan landasan agama,
perbedaan itu akan dipersatukan juga
dengan ukuran yang universal, yaitu dengan berpedoman pada hati nurani. Shalat bersama, do’a bersama, dan makan bersama, kata Nabi, disebut banyak
mengandung berkah.
5
Menyadari
kekurangan masing-masing dan mengatasi bersama kekurangan itu. Kalau awalnya
telah beritikad suci akan menerima pasangan dengan segala kekurangan dan
kelebihannya, persoalan menjadi mudah. Tidak akan saling menyalahkan. Semua
anggota keluarga akan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Islam
lengkap memberi tuntunan lebih
sempurna lagi dengan teladan dari Nabi terkasih. Kita hanya membulatkan tekad
dan hati untuk mencapai itu dengan
kemauan yang kuat. Mulailah kita mengupayakan dan mewujudkannya. Tidak
ada kata terlambat.
Peranan Keluarga Muslim
- Keluarga berperan sebagai masjid. Artinya, di keluarga tidak sepi dari ibadat dan doa, subur dan mesra hubungan dengan Sang Pencipta, teduh suasana di keluarga itu karena nama Allah sering diucapkan.
- eluarga berperan sebagai sekolah atau madrasah. Takbisa dipungkiri bahwa rumah tangga atau keluarga merupakan sarana pendidikan yang pertama dan utama. Orang tua besar pengaruhnya terhadap pribadi anak. Nabi menyatakan bahwa semua yang dilahirkan adalah suci, maka orangtualah yang menentukan corak apakah jadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.
- Keluarga sebagai tempat hiburan. “Baeti, Jannatii“ rumahku adalah surgaku demikian sabda Nabi. Surga adalah tempat menyenangkan, kesenangan itu adalah buah dari hiburan yang sehat, rumah yang menyenangkan dan kesenangan itu adalah rumah yang dapat menghibur, menyegarkan, dan menyenangkan bagi anggota keluarganya. Semua jadi betah tinggal di rumah.
- Keluarga berperan sebagai rumah sakit. Tak bisa disangkal bahwa kemungkinan anggota keluarga ada yang sakit tak dapat dihindari. Di keluargalah dirawat dan diobati, dipulihkan sebelum atau sesudah tanggung jawab ini diambil oleh rumah sakit.
- Keluarga sebagai badan usaha. Ada pendapatan dan ada pengeluaran. Itulah inti badan usaha. Keluarga yang untung adalah keluarga yang mampu mengelola keuangannya sehingga mampu menabung untuk masa depan, baik berupa materi atau investasi untuk bekal hidup generasi penerus.
Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment