Oleh : Ust Uri Mashuri
Mukadimah
“Bukanlah
kebajikan kamu menghadapkan mukamu ke Timur dan Barat, tetapi yang disebut
kebajikan itu adalah manusia yang beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab Allah dan para Nabi, serta dia memberikan harta
yang dikasihinya kepada karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang dalam perjalanan, peminta-minta, dan juga untuk membebaskan hamba
sahaya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, menepati janji bila ia berjanji,
bersabar dalam kemiskinan, kemelaratan, dan saat peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang berlaku benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.”
Kecerdasan
Salah satu anugerah Allah yang tak ternilai
harganya adalah kecerdasan. Dengan kecerdasan manusia dapat mengembangkan diri
menuju kesempuranaan. Ia dapat mengembangkan ilmu dan teknologi, membangun
peradaban dan keadaban. Kecerdasan memungkinkan manusia maju dalam berpikir,
berbuat, serta berkarya membangun diri, keluarga, dan masyarakat untuk
kesejahteraan bersama sebagai khalifah di muka bumi.
“Pandai-pandai membawa diri”, itulah pesan yang sering dituturkan orang tua saat melepas
anaknya yang akan pergi merantau atau saat pertama kali meninggalkan rumah
mengadu nasib di negeri orang. Ada pesan tersirat yang mendalam di balik kata
pandai-pandai. Kepandaian akal saja tidak cukup. Perlu seni hidup untuk
menjalaninya. Itulah kecerdasan-kecerdasan lain yang diperlukan dalam
mewujudkan tujuan agama Islam, yaitu “Lisa’adatil basyari fi ma’asyihim wa
ma’adihim” –kebahagiaan manusia dunia dan akhirat.
Di samping kecerdasan intelegensi, kita juga
mengenal kecerdasan emosi, kecerdasan sosial, kecerdasan linguistik, kecerdasan
bodi kinestik, dan kecerdasan interpersonal, serta yang takkalah penting, Allah
menganugrahkan kepada manusia kecerdasan spiritual. Itulah kemuliaan anak Adam
di muka bumi yang membedakan dari makhluk-makhluk lain.
Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi tidak datang secara alami. Allah
menganugrahkannya berupa potensi yang dapat dikembangkan, dikenalkan,
diajarkan, dilatih, dan dibiasakan. Hal tersebut merupakan suatu keniscayaan
agar menjadi karakter yang mendarah daging (akhlak).
Waktu berlalu dan zaman berubah. Dulu waktu
kehidupan masih sederhana, yaitu cukup meniru nenek moyang kita. sekarang sudah
tidak bisa lagi, kehidupan industri modern telah menghadirkan tantangan
emosional yang tidak lagi bisa diantisipasi secara alami. Perilaku-perilaku
menyimpang, kejahatan-kejahatan, serta kriminalitas yang mengiringi kemajuan
zaman termasuk oleh anak-anak di bawah umur mengundang kita untuk mencerdaskan
emosi secara aktif.
Michael Narden mengatakan: “Sebahagian dari kita tidak
lagi hidup di desa yang berpenduduk hanya beberapa ratus orang. Membiarkan anak
bermain sendiri di kebun, membiarkan anak bermain bersama anak tetangga kampung
di lapangan dengan permainan yang alami, tanpa ada rasa khawatir. Namun,
kondisi sekarang, kita hidup bergerombol memadati kota. Tekanan-tekanan
kumulatif dari kehidupan modern telah mendatangkan bencana-bencana berupa
depresi, kecemasan, susah tidur, anak temperamental, dan masalah-masalah
psikologis lainnya.”
Para peneliti menemukan bahwa kecerdasan (baca
keterampilan) sosial dan emosional ini mungkin bahkan lebih penting bagi
keberhasilan hidup ketimbang kemampuan intelektual. 80% kemungkinan
keberhasilan seseorang dikarenakan EQ. Namun, jangan dipahami IQ tidak penting.
Keterampilan EQ bukan lawan IQ. Namun, keduanya berinteraksi dinamis pada
tataran konsep maupun kehidupan nyata.
Salovey,
seorang psikolog, menyebutkan bahwa kecerdasan emosi itu adalah kondisi-kondisi
untuk menerangkan kualitas emosi yang penting untuk menggapai keberhasilan, yaitu
1
Empati
2
Mengungkapkan
dan memahami perasaan
3
Mengendalikan
amarah
4
Kemandirian
5
Kemampuan
untuk menyesuaikan diri
6
Disukai
7
Kemampuan
memecahkan masalah antarpribadi
8
Ketekunan
9
Kesetiakawanan
10 Keramahan, dan
11 Sikap hormat.
Emosi dari Segi Moral
Keberhasilan perkembangan moral berarti
dimilikinya emosi dan perilaku yang mencerminkan kepedulian akan orang lain,
saling berbagi, bantu membantu, saling menumbuhkan, saling mengasihi, tenggang
rasa, dan kesediaan mematuhi aturan-aturan. Agar menjadi manusia bermoral,
William Damon, pakar perkembangan
anak-anak dan remaja, mengemukakan bahwa anak-anak harus mendapatkan
keterampilan emosional dan sosial sebagai berikut:
11 Mereka harus mengikuti dan memahami perbedaan antara
perilaku yang baik dengan perilaku yang buruk dan mengembangkan kebiasaan dalam
hal perbuatan yang konsisten dengan sesuatu yang dianggap baik
12 Mereka harus mengembangkan kepedulian, perhatian, dan rasa
tanggung jawab atas kesejahteraan hak-hak orang lain, yang diungkapkan melalui
sikap peduli, dermawan, ramah, dan pemaaf.
13 Mereka harus juga merasakan reaksi emosi negatif, seperti
malu, bersalah, marah, takut, dan rendah hati bila melanggar aturan moral.
Emosi-emosi negatif yang dapat dimanfaatkan atau
dapat memotivasi anak-anak untuk belajar dan mempraktikkan perilaku-perilaku
yang proporsional, seperti
14 Takut dihukum
15 Kekhawatiran tidak diterima orang lain
16 Rasa bersalah bila gagal memenuhi harapan seseorang
17 Malu bila ketahuan berbuat sesuatu yang tidak dapat
diterima orang lain
Kecerdasan Spiritual
“Kecerdasan Spiritual adalah kecerdasan untuk
menghadapi persoalan makna atau nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Kecerdasan menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibanding dengan yang lain”. Demikian Danah Zohar dan Ian Marshall memberi
pengertian. Selanjutnya, mereka berdua mengatakan bahwa kecerdasan spiritual
merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif,
bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Allah menganugerahkan kepada manusia tiga daya
jiwa, yaitu
18 Akal atau thinking, daya pikir, atau rasio
19 Rasa atau feeling, afeksi atau emosi
20 Iman atau willing, kemauan atau karsa
Sering terjadi antara akal dan perasaan tidak
dapat berjalan seiring sebab kedua daya itu memiliki pemuasan dan ukuran yang
sangat berbeda, bahkan bisa bertentangan. Bila pertentangan itu tidak ada yang
menengahi atau tidak ada rujukan tempat berpijak, maka akan terjadi
kebimbangan-kebimbangan. Bila pertentangan itu terus berlanjut akan berakibat
benturan demi benturan karena salah satu cenderung untuk dominan. Akibatnya,
hal itu membuat manusia mengalami ketidakbahagiaan.
George Sarton mengatakan bahwa dalam hidup
manusia senantiasa mencari tiga hal, yaitu
21 Kebenaran
22 Keindahan
23 Kebaikan
Kebenaran akan dipuaskan oleh rasio melalui ilmu
pengetahuan. Keindahan akan dipuaskan melalui seni dalam berbagai bentuk dengan
manifestasi daya rasa yang disebut tadi. Daya rasa ini pula yang membuat
manusia bahagia atau sengsara.
Manusia yang didominasi oleh rasa akan
menghasilkan manusia yang sarat dengan benturan-benturan masalah karena memang
rasa sulit untuk diukur. Ia akan kurang berfikir apalagi tafakur. Ia sering
berbuat yang irrasional. Sebaliknya, jika seseorang hanya mampu menggunakan
daya pikirnya saja, maka ia akan menjadi orang agnostist, yaitu orang
yang ragu akan Tuhan. Ia tidak mampu membuktikan Tuhan itu ada atau tidak ada,
bahkan lebih jauh akan menyeret dia menjadi atheist.
Taqwa sebagai perwujudan Kecerdasan Spiritual
Islam mengajarkan keseimbangan. Ketiga daya
tersebut hendaknya difungsikan dan diperankan secara baik dan tepat sehingga
terciptalah keselarasan dalam jiwa. Islam mewajibkan untuk mengasah,
mempergunakan dan mempertajam akal dengan mempelajari alam semesta, falsafat,
fiqh, dan sebagainya. Islam pun mengajarkan penghalusan rasa dengan ihsan,
akhlak, tasawuf, serta banyak mengingat hadiratNya. Ha; ini dapat dicapai
dengan taklupa menyuruh memperbaiki iman, meningkatkan taqwa, serta
memperbanyak ibadat.
Al Qur’an sebagai pedoman hidup setiap muslim
adalah kitab suci yang mampu menggetarkan rasa yang paling halus serta
menggedor keras pintu akal dan juga mengetuk lembut kesadaran kita agar mampu
mencerna dan memahami petunjuk Ilahi yang suci itu.
Kecerdasan spiritual mendapatkan bentuknya yang
utuh dan purna dalam cakupan kata pendek, yaitu taqwa, tingkat paling tinggi
dan mulia martabat di sisi Allah. Surat Al Baqarah ayat 177 yang dikutip di
awal tulisan ini menggambarkan secara nyata dan konkret perilaku mereka yang
memiliki kecerdasan spiritual, yaitu
24 Memiliki keyakinan – iman – kepada Allah
25 Memiliki kesadaran tanggung jawab di akhirat
26 Memiliki keyakinan terhadap malaikat
27 Kesediaan menerima kebenaran
28 Memiliki kesadaran yang tinggi di bidang sosial
29 Memenuhi kewajiban beribadah
30 Memiliki kesadaran fungsi sosial dari harta benda yang
dimilikinya
31 Memiliki ketabahan dalam menghadapi kesengsaraan hidup
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang
untuk dapat mengaplikasikan kebenaran yang diyakininya dalam menghadapi
kenyataan hidup dengan baik, benar dan tepat
sesuai dengan tugas, tujuan serta bekal yang diberikan Maha Pencipta
kepadanya.
Mari kita renungkan ucapan Mahatma Gandhi yang
tertuang dalam daftar tujuh dosa yang menodai hati nurani
32 Kekayaan tanpa kerja
33 Kenikmatan tanpa suara hati
34 Pengetahuan tanpa karakter
35 Perdagangan tanpa etika
36 Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan
37 Politik tanpa prinsip
Wallahu a’lam
Cirebon, 25 Juni 2006
No comments:
Post a Comment