Oleh : Ust. Uri Mashuri
“ Demi masa. Sesungguhnya manusia itu senantiasa dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan beramal shaleh serta saling berpesan dalam kebenaran dan kesabaran “ Al Ashr.
Doktrin Keseimbangan
Kita
sangat prihatin dengan kondisi bangsa ini. Menurut penelitian etos kerja bangsa
kita di bawah rata-rata ASEAN, padahal kita tahu di kawasan ASEAN ada Kamboja
dan ada Vietnam
yang kebangkitannya lebih dahulu negeri ini, Mayoritas muslim lagi !
Falsafat
dan agama di luar Islam berpendapat bahwa rohani
– jiwa dan jasmani – raga merupakan
dua hal yang bertentangan dan tidak dapat berjalan secara paralel dalam
kehidupan manusia. Menurut mereka perkembangan yang satu menuntut pengorbanan
yang lain. Rohani dan jasmani merupakan dua kutub yang saling bertentangan
serta tidak dapat dipersatukan. Akibatnya di satu pihak memburu kehidupan dunia
semata – sekuler, meterialis dan hedonis – di pihak lain menyampingkan dunia,
semata memburu kelezatan rohani dengan cara menyiksa diri, menjauhi pergaulan
hidup. Mereka laksana bangsawan-bangsawan
paria.
Golongan
pertama beranggapan bahwa tuntutan rohani mustahil dapat dipenuhi. Mereka hidup
di dunia hanya dengan satu pandangan yaitu pandangan keindraan. Kegiatan
sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan laian-lain mereka lucuti dari cahaya
kerohanian. Akibatnya dunia disiksa dengan kedzaliman dan ketidakadilan. Mereka
bebas nilai mereka menganggap agama suatu kemunduran. Mereka sangat
mengagungkan kebebasan dalam semua aktivitasnya.
Golongan kedua beranggapan, bahwa jasmani merupakan
penjara bagi rohani. Kegiatan-kegiatan keduniawian merupakan
rintangan-rintangan yang memperbudak jiwa dan menghambat pertumbuhannya. Mereka
meyakini bahwa mereka mustahil menemukan suatu proses apapun buat perkembangan
dan pertumbuhan kerohanian yang dapat dipersatukan dengan suatu kehidupan
normal di dunia.
Oleh karena itu mereka memilih tempat-tempat yang
sunyi, seperti gua dan hutan serta tempat-tempat sunyi lainnya yang dianggap
ideal untuk perkembangan rohaninya. Perasaan-perasaan serta dorongan-dorongan
yang ada pada dirinya ditekan sekuat tenaga, sedangkan kekuatan-kekuatan batin
luar biasa – supra sensory powers – malah dibangkitkan dan
pembatasan-pembatasan dunia rasa dilenyapkan sama sekali.
Pandangan
Islam berbeda secara radikal dari ide-ide seperti tersebut di atas. Islam
menggariskan bahwa manusia adalah kesatuan dari jasmani dan rohani – jiwa dan
raga – sebagai psycho-physical entity, dan mengangkatnya sebagai khalifah di
muka bumi. Raga adalah adalah alat jiwa untuk mengembangkan kemanusiaan menuju
insan kamil.
Dalam Islam dunia ini bukan tempat penyiksaan,
melainkan tempat menguji manusia., sipapa di antara mereka yang paling
baikamalnya dan atsarnya dari amalnya. Orang Budha memandang hidup ini adalah
dukha – kesedihan - , Hindu menganggap hidup ini adalah samsara – sengsara - ,
Kristen menganggap hidup ini adalah dosa karena warisan dari Adam.
Setiap
sisi kehidupan bagi muslim, tak lain
hanyalah “ qustion papers “ tentang berbagai persoalan yang semuanya mesti
terpanggil untuk menjawabnya. Seluruh segi kehidupannya merupakan tempat tumbuh
dan berkembangnya baik jasmani maupun rohani., Ibadat –ibadat khusus dalam
Islam merupakan alat yang digariskan oleh Allah untuk membina dan mengembangkan
potensi kemanusiaan, agar manusia menjadi yang seharusnya bukan manusia apa
adanya, Shalat untuk membina karakter agar mampu mancegah fakhsya dan munkar. Zakat mendidik manusia agar jangan menjadi serakah dan bertuhankan
harta. Shaum agar manusia mampu mengendalikan diri serta hajji agar manusia
hidup berdasarkan tauhid dan menyadari
seluruh kehidupannya mesti berlandaskan petunjuk dari Allah kalau ingin
tergapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Perkembangan
kerohania dalam Islam sama artinya dekat dengan Allah. Seorang pemalas,
pengacau, perusuh, penipu, pembohong, dzalim, tidak adil berjiwa korup adalah
ciri-ciri jauh dari Allah. Jauh dari Allah adalah kehancuran dan kejatuhan
manusia,
Konsep Islam seperti di atas akan berdampak positif
bagi para pemeluknya andai umat Islam menyadari, ia akan lebih antosias dari
pengikut sekuler dalam menghadapi hidup keduniawian. Perbedaan keduanya
terletak pada niat, tujuan dan tanggungjawab. Manusia muslim niat dan
tanggungjawabnya kepada Allah dan tujuannya adalah mencari keridlaan Allah.
Sedang penganut sekuler dan meterialis hanya terdorong oleh nafsunya serta
tanggungjawab pada diri dan manusia sekitarnya,
Etika kerja seorang Muslim
Jelas
sudah perbedaan pandangan antara Muslim dan manusia sekuler dalam mengisi
kehidupan di dunia ini. Di manapun berada dan siapapun dia seorang muslim akan
terikat erat dengan ketentuan Allah
dalam Al Qur’an yang ayatnya sangat pendek yaitu penggalan ayat pertama dari surat Al Maidah “ Wahai orang-orang yang beriman penuhilah
janji-janjimu ….. “ Janji atau u’qud, menurut ahli tafsir, mencakup seluruh
hubungan manusia dengan Allah, dirinya sendiri, sesamanya dan juga dengan alam
sekitarnya. Dan merupakan suatu “ tafsir tentang peningkatan moral “ untuk suatu
penilaian atas moral seluruh kehidupan manusia.
Penunaian
janji ini, merupakan tanggungjawab bila
seorang muslim bekerja, mereka merasa dirinya bekerja di hadapan Allah yang
Maha Mengetahui segala tindak-tanduknya. Artinya yang ia kerjakan akan jauh
melampai kuburnya dan ia sadar akan mempengaruhi nasibnya di alam baka nanti,
Menurut
ketentuan Islam, kerja itu sendiri harus dilakukan menurut perjanjian – dilihat
dari aspek ekonomis – yang dibuat atas dasar keadilan dan tanggungjawab, baik
dari pihak pekerja maupun majikan. Ia harus bertanggungjawab pada Allah dan
juga pada majikannya untuk untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan
ketentuan yang disepakai kedua belah pihak sejauh kemampuannya. Hanya dengan
cara itu upah atau gaji yang dia peroleh menjadi halal.
Ketentuan-ketentuan itu tercakup di dalamnya
perjanjian kerja, baik masalah jam kerja, gaji atau upah yang harus dibayar,
kuantitas serta kwalitas yang harus dihasilkan, Penunaian janji oleh majikan
merupakan kebajikan, pengingkaran janji merupakan kedzaliman.
Beriman
dan beramal shaleh adalah dua doktrin yang senantiasa disebut bergandengan, dua
kata ini merupakan kunci bagi seorang muslim untuk menggapai sorga. Kerugian
senantiasa mengiringi mereka mereka yang tidak beriman dan beramal shaleh,
serta tidak mau menerima kritik serta memberi koreksi dalam kebaikan bekerja
dan bermasyarakat.
Kerja
untuk kerja bukan tradisi dari Islam,
kerja dalam Islam harus senantiasa dijaga
dan dijauhkan dari akibat menjadi berlebih-lebihan, bahaya kerakusan dan
iri hati karena mengingat kesementaraan hidup di dunia.
Tuntunan
dari Nabi kita Muhammad saw mengharuskan kita pandai-pandai mengalokasikan
waktu, dengan membagi menjadi tiga bagian. Sepertiga untuk bekerja, sepertiga
lainnya untuk istirahat dan sepertiganya lagi untuk shalat dan bersenang-sengan
dengan keluarga dan aktivitas di tengah-tengah masyarakat.
Itulah
etika kerja dalam Islam yang bila disingkat cukup dengan tiga ungkapan kata
indah, benar dan baik . Tentunya bila kita mampu melaksanakannya kita akan
mulia di sisi Allah dan terhormat di mata manusia.
Wallahu a’lam
Kuningan,2006
No comments:
Post a Comment