Oleh : Ust. Uri Mashuri
“Aku
diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak“ Itulah jawaban Nabi atas
pertanyaan orang Quraisy: “Untuk apa Engkau ya Muhammad bersusah payah
menyebarkan Islam?” Sederhana sekali jawabannya. Akan tetapi, esensinya
begitu luas dan mendalam sebab akhlak adalah cerminan totalitas kepribadian
seseorang.
Moral dan Akhlak
Ucapan Nabi di atas menjelaskan dengan tegas
bahwa misi Islam adalah memperbaiki akhlak –budi pekerti. Lantas pertanyaannya,
bagaimanakah dengan aqidah, ibadah, dan sebagainya? Jawabnya, semua akan
bermuara dan terlihat jelas atsar ibadat dan kecemerlangan iman itu pada
akhlak atau budi pekerti yang menjadi perhiasan hidup manusia juga –kata Nabi–
yang nantinya akan paling banyak memasukkan manusia ke sorga.
Di sinilah perbedaan antara moral dan akhlak.
Moral bisa berubah-ubah sesuai
perkembangan situasi dan kondisi,
sedangkan akhlak tidak karena akhlak berakar pada keyakinan dan terpelihara kesegarannya oleh ibadah.
Moral adalah ukuran baik dan buruk yang berlaku
di satu tempat dan satu keadaan. Mungkin suatu tindakan dianggap baik dan
terpuji di tempat ini, tetapi dianggap jelek di tempat lain. Misalnya, minuman
keras. Bagi orang Barat minuman keras merupakan bagian pergaulan sehari-hari;
sebuah tindakan yang wajar, bahkan keharusan dalam sebuah perjamuan. Namun,
bagi ummat Islam minuman keras merupakan
perbuatan yang haram yang harus dijauhi.
Bila kita berbicara masalah akhlak, di mana pun
kita berada, aturannya tetap, yakni yang baik tetap baik walaupun orang lain
menghinannya. Yang buruk tetap buruk walaupun orang lain menyenanginya. Sebab
dasar akhlak adalah “ittaqillah haetsu maa kunta“ takutlah engkau kepada
Allah di mana pun engkau berada. Jelas
sudah tidak ada tempat kemunafikan dalam
akhlak.
Seorang muslim yang berakhlak harus tetap menjaga
pikiran, ucapan, dan perbuatannya, termasuk di dalamnya niat dan itikadnya agar
tetap tidak ke luar dari garis yang telah ditentukan Allah dan Rasulnya. Ia
bertugas memenangkan kebenaran dan mengalahkan kebathilan. Ia selalu berpegang
dan berpihak pada yang benar dan meninggalkan yang salah. Ia juga mencintai
keindahan dan menghindari yang tidak senonoh. Tujuannya menciptakan kebajikan.
Perilakunya rendah hati, sederhana, ramah, dan penuh kasih sayang.
Sombong, senang dipuji, kejam, dan tidak peduli
adalah sifat yang tidak pernah melekat
pada diri orang yang beriman, yang terpelihara dengan ibadah.
Dalam pandangan seorang muslim, alam adalah karunia dari Allah yang
wajib disyukuri dan dinikmati tanpa melampaui batas dan merusak sumber-sumber
kemanfaatannya. Ia senantiasa menghindari pemborosan dan pengrusakan. Ia
menyadari bahwa orang lain pun memiliki
andil di bumi ini dan ia senantiasa pula memperhatikan
kepentingan-kepentingan generasi mendatang.
Bila Islam mengadakan pembatasan atau pelarangan,
hal itu dimaksudkan agar manusia
terhindar dari kegila-gilaan, kemerosotan, kelemahan, dan hal-hal lain yang
tidak senonoh dengan martabatnya sebagai khalifah di muka bumi.
Larangan-larangan itu bukanlah tindakan kesewenang-wenangan Allah atau beban
yang diberikan kepada manusia, melainkan untuk kebaikan mental spiritual demi
kepentingan manusia itu sendiri. Larangan itu bukan pula artinya Allah merampas
hak seseorang, melainkan melindungi manusia dan membuat manusia mencapai titik
optimal pengembangan dirinya ke arah kemuliaan.
Untuk mencapai itu, manusia memerlukan kekuatan
kemauan, pikiran, perasaan, fisik, kekayaan, dan kesehatan. Sebabnya, larangan itu bukan pemerasan, melainkan
memperkaya; bukan penindasan, melainkan disiplin; dan bukan pembatasan,
melainkan perluasan.
Akhlak dan Pendidikan
Dr. Muhammad Javad as Sahlani, dalam karangannya,
menyebutkan bahwa pendidikan Islam sebagai “Proses mendekatkan manusia kepada
tingkat kesempurnaan dan mengembangkan kemampuannya.“ Dari pernyataannya dapat
kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan
adalah upaya dakwah untuk membentuk akhlak yang mulia.
Pengertian dakwah sendiri adalah
sentuhan-sentuhan psikologis dan sosiologis dengan realita yang ada sehingga
mampu memberi dasar filosofi, arah, dorongan, dan pedoman menuju perubahan
masyarakat sampai terwujudnya masyarakat Islam. Itu pula tujuan pendidikan Islam. Al Qur’an
menyebutkan beberapa prinsip pendidikan, antara lain
1
Pendidikan harus membantu proses pencapaian
menuju tingkat kesempurnaan. (Al Mulk
ayat 2)
2
Menuju model sebagai teladan. Rasulullah
mendapat kehormatan dari Allah sebagai manusia teladan – uswatun hasanah
(Al Ahzab ayat 21).
3
Pendidikan Islam
harus mampu mengembangkan potensi yang baik. (Asy Syams ayat 7-8).
4
Pendidikan
Islam harus berujung pada tingkat kesadaran yang tinggi. (Ali
Imran 79 dan An Nur 37).
5
Pendidikan Islam harus berujung dan mampu
menciptakan manusia yang berilmu, bertaqwa, dan beramal shaleh/akhlak.
Adapun
akhlak dalam Islam bertumpu pada 4 pilar
minimal, yaitu :
- Mental Spiritual
Mental spiritual merupakan karakter dasar manusia yang berbentuk
nilai-nilai kemanusiaan sejati, yang
mempertalikan semua kegiatan manusia dengan penciptanya, misalnya keikhlasan,
kejujuran, kesederhanaan, integritas pribadi, dan kerendahan hati.
- Keterampilan
Mental ( mental skill )
Keterampilan
mental ialah sifat-sifat kejiwaan yang diperlukan oleh manusia dalam
menjalankan tugas-tugas profesionalnya sehari-hari, seperti kecakapan
berkomunikasi, keterampilan memengaruhi orang lain, kepandaian mengambil
keputusan yang tepat dan cepat, berwawasan ke depan, pandai mengevaluasi serta
memprediksi situasi secara akurat, berorientasi pada waktu, serta kemampuan
bekerja secara efektif dan efisien.
- Keterampilan
keahlian ( labour skill )
Keterampilan keahlian atau mental ahli adalah kecakapan-kecakapan khusus
yang harus dimiliki oleh seseorang
sesuai dengan profesi atau karier yang digelutinya.
- Etika
atau adab sopan santun
Istilah teknis ilmiah sering disebut etika
praktis. Ia merupakan sifat-sifat lahiriah yang harus dimiliki sesuai dengan
kedudukannya. Etika praktis ini mencakup penampilan fisik, seperti cara berbicara, cara berpakaian, cara
berjalan, cara memandang, dan cara berhubungan dengan orang lain.
Itulah
akhlak Islam yang mencakup semua aspek kehidupan. Kenakalan, penyimpangan, dan
penyelewengan merupakan akibat dari ketidakmampuan jiwa untuk memberi arah dan
ketidakmampuan diri untuk mengendalikan dorongan yang sebenarnya bertentangan
dengan nuraninya.
Bila
uraian tersebut kita kaitkan dengan kenakalan remaja, kita bisa mencermati
remaja-remaja yang bermasalah dan tidak mampu mengatasi masalahnya secara benar
dan tuntas cenderung untuk berperilaku menyimpang dan nakal.
Hanya
dengan kesadaran agama yang kuat yang bersumber dari keyakinan yang teguh dan
benar serta kesan dari ibadah yang ikhlas yang akan menyelamatkan remaja dari
malapetaka perilaku yang tidak benar.
Hanya
keyakinan pada Allah dan hari Akhirat, terutama kayakinan balasan surga bagi
yang berbuat baik dan neraka bagi yang jahat, yang akan membentengi remaja dari
hal-hal yang kini tengah merisaukannya.
No comments:
Post a Comment