Tuesday, April 30, 2013

Insan kamil

Oleh : Ust Drs. Uri Mashuri




#Pengantar

Ini materi yang pernah saya terima waktu SMA dulu. Tema Insan Kamil ini membuat cakrawala saya terbuka secara perlahan. Memandang diri menjadi lebih utuh. Dulu mungkin baru sebatas kognisi, namun saat nilainya berinteraksi dengan pengalaman hidup setelahnya, menjadikan materi ini terasa semakin bermakna. Mari kita simak untaian nan ringkas namun kaya makna berikut (Solihudin)



Dr Ali Syariati  membedakan antara insan dan basyar – dalam bahasa Indonesia dua-duanya diartikan manusia - . Basyar adalah manusia secara umum, sedang insan adalah manusia yang senantiasa berproses ke arah kesempurnaan, dengan ciri kesadaran diri, kemauan bebas dan kreatif.

Kesadaran  bahwa dirinya diciptakan oleh Allah dengan bekal dan tugas serta tujuan yang jelas. Kemauan bebas, dengan kesadaran tadi ia bergerak melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi tanpa menjatuhkan  diri menjadi hamba materi, hamba pangkat dan hamba manusia. Ia merdeka sebagai hamba Allah semata.

Kreatif artinya ia banyak gagasan dan sekaligus gagasan itu ia tuangkan dalam amal shaleh, dalam mengolah bekal dari Allah berupa alam dan isinya. Semua anugrah Allah berupa akal, perasaan, kemauan serta pegangan hidup dipergunakan sebaik-baiknya dalam menjalani hidup ini.
           
            Dalam diri manusia ada tiga daya jiwa yaitu :   
-          Daya akal atau thingking, daya fikir, rasio atau cipta
-          Daya rasa atau feeling, afeksi atau emosi
-          Daya iman atau willing, kemauan atau karsa

Sering terjadi antara akal dan perasaan tidak berjalan seiring, sebab kedua daya itu mempunyai pemuasan dan ukuran yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang bertentangan. Bila pertentangan itu tidak ada yang memisah atau mewasiti, maka akan terjadi kebimbangan-kebimbangan, bila keduanya tidak seimbang salah satunya ada yang dominan, maka akan terjadi benturan-benturan yang mengakibatkan ketidak bahagiaan manusia.
           
Di sinilah pentingnya kedudukan iman sebagai wasit, sebagai pemisah dan sebagai kata putus dari kedua daya yang bertentangan itu. Ia akan menjadikan hukum Allah dan RasulNya menjadi pengendali dalam hidupnya.

Geoge Sarton mengatakan, bahwa dalam hidup manusia senantiasamencari tiga hal, yaitu  ;
-          kebenaran
-          Keindahan dan
-          Kebaikan.

Rasio akan terpuaskan dengan kebenaran melalui ilmu pengetahuan, rasa akan terpuaskan dengan keindahan melalui seni dan keindahan alam ciptaan Allah. Sedang iman akan terpuaskan dengan kebaikan , keadilan melalui agama. Ketidakpandaian menggabumgkan ketiga unsur daya jiwa itu akan membuat manusia sengsara dan tertekan perasaan.

Manusia yang didominir oleh rasa, akan menghasilkan manusia yang penuh dengan benturan-benturan masalah dalam jiwanya. Akibatnya ia akan mudah tersesat dalam menarik kesimpulan. Isyarat-isyarat alam akan dianggap sebagai kekuatan gaib yang selanjutnya dikagumi dan kadang-kadang bisa dia angkat seperti tuhan. Ia kurang berfikir dan bertafakur, Itulah benih-benih aliran Panthaisme, polytheisme atau aliran kebatinan.

Sebaliknya jika seseorang hanya mampu menggunakan daya fikirnya saja, maka ia akan menjadi orang agnostist – yaitu orang yang ragu tentang adanya tuhan, karena ia tidak  dapat membuktikan tuhan itu ada atau tidak ada – atau akan membawanya menjadi atheist – tidak bertuhan -.

Islam mengajarkan keseimbangan, ketiga daya tersebut hendaklah dipergunakan secara baik dan  seimbang sehingga terjadilah keselarasan dalam jiwa. Islam mengajarkan agar mengasah otak atau mempertajamnya dengan mempelajari alam semesta, falsafat , fiqh dan sebagainya. Islampun mengajarkan penghalusan rasa melalui ihsan, akhlak, tawasuf serta banyak berzikir. Dengan tak lupa menyuruh untuk memperbaiki iman, meningkatkan taqwa serta memperbanyak ibadat.

Al Qur’an sebagai pedoman hidup setiap muslim, adalah kitab suci yang mampu menggetarkan rasa yang paling halus, serta menggedor untuk merangsang  penggunaan otak.

Firman Allah dalam Al Qur’an  : “ Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk dan berbaring, dan mereka memikirkan tentang kejadian langit dan bumi – seraya berkata - :” Tuhan kami, tiadalah Engkau jadikan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau peliharalah kami dari siksa api neraka “. Q.. Ali Imran l90, 191

Nyata terlihat dari kandungan ayat di atas sikap orang-orang yang menggunakan potensi jiwanya dalam  menghadapi alam semesta.Mereka merasa dan menyadari, mereka berfikir  menggunakan akal dan akhirnya ta’jub akan kekuasaan Sang Pencipta merunduklah  mereka dengan penuh kekhusyuan dan penyerahan. Itulah yang disebut tafakur yaitu gabungan antara  fikir dan dzikir, yang dinilai  lebih utama dari dari ibadah-ibadah biasa.. Itulah Insan Kamil !

Dapat dijabarkan lebih  kongkrit bahwa Insan Kamil itu, adalah manusia yang memiliki perasaan halus, sehingga ia dapat menikmati, menghargai dan mencintai keindahan. Ia memiliki akal yang tajam sehingga ia dapat membedakan antara yang benar dan salah, menolak yang irrasional dan dalam hidupnya selalu menuntut dan menegakkan kebenaran.Ia memiliki iman yang kuat sehingga ia menciptakan rasa aman dalam dirinya dan sekelilingnya, aktif, dinamis dan selalu bergerak memperjuangkan keadilan dan kebaikan..
           
Tentunya tidak selancar dan semulus itu menuju Insan Kamil, manusiapun dilengkapi oleh Allah dengan nafsu, energi untuk bergerak, yang disebut oleh  ahli  Ilmu Jiwa Agama  dorongan-dorongan yang ada pada diri manusia, seperti dorongan biologis termasuk makan dan minum serta dorongan seksual, dorongan ingin sukses, dorongan kasih sayang, dorongan ingin tahu, dorongan ingin berkuasa dan lain-lain.

Dorongan-dorongan tersebut diarahkan  serta dibimbing oleh  oleh daya jiwanya yaitu akal dan iman. Bila akal dan iman  tidak atau kurang berperan  manusia  bisa tercampak menjadi budak   hawa nafsu. Ia tidak mengenal batas norma baik norma masyarakat, negara apalagi norma agama. Al Qur’an menggambarkan 

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkan sesat berdasar ilmunya dan Allah telah mengunci mati pendengaran  dan hatinya dan Allah meletakkan   penutup pada penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberi petunjuk selain Allah – membiarkannya sesat – Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran  Al Jaatsiyah 23.

Ada orang yang pessimis mengatakan, tidak mungkin ada Insan Kamil, manusia kan makhluk yang lemah tempat salah dan khilap, manusia bukan malaikat. Kadang-kadang ungkapan itu  dipakai untuk membenarkan perilaku korup dan  dhalim  mereka mengatakan  itu untuk membuat  pembelaan diri atas kesalahannya. Salah dan khilap memang sifat manusia. Tapi bukan salah  dan khilap yang disengaja, dan diulang-ulang . Seorang mukmin berbuat kesalahan tapi kesalahan yang tidak disadari atau karena ketidaktahuan.

Kita berpendirian ada  Insan Kamil, tapi bukan manusia yang sempurna segala-galanya. Insan Kamil yang dimaksud adalah orang yang menyadari kekurangan dirinya dan berusaha memperbaikinya sesuai dengan kemampuan berdasarkan tuntunan Allah dan Rasulnya.

Wallahu a’lam

                                                 Kuningan, …………………………………..

Monday, April 29, 2013

Hijrah Qolbiyah


Oleh : Ust. Drs. Uri Mashuri




“Orang yang hijrah itu adalah mereka yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah” Al-Hadist.

Kenyataan yang kita hadapi

          Rasanya deraan musibah yang menimpa negri ini tak kunjung usai hampir setiap hari kita dijejali berita-berita yang menyesakkan dada kita, baik bencana alam atau bencana-bencana kemanusiaan Karena ulah manusia: longsor, banjir, banjir bandang, kecelakaan lalu lintas, kekerasan demo yang beringas, bentrok tawuran, pelanggaran hukum, keputusan hakim yang aneh, semua itu memunculkan pertanyaan ada apa dengan negeri tercinta ini.

Perhiasan Negeri

          Jauh dilubuk hati kita, setelah negeri ini merdeka lebih dari 60 tahun, ada impian negeri ini menjadi negeri ayem tengtrem loh jinawi. Rakyat menikmati kehidupan yang layak, subur, makmur, tentram lahir bathin.

          Nabi menggambarkan sebuah negeri bisa seindah taman bila didalamnya ada 5 perhiasan :

·      Berperannya para ulama dan cendekiawan, dengan ilmunya mereka membimbing dan mengarahkan rakyat disertai keteladanan untuk membangun manusia yang berkarakter agar mampu membangun dirinya, keluarganya dan masyarakatnya.

·    Adilnya para penguasa yang ditandai dengan kecintaan yang tulus dari para pemegang amanat, mereka akan melaksanakan tanggung jawabnya dengan senantiasa menggariskan kebijaksanaan yang tepat bekerja dengan baik dan benar.

·   Para pelaku bisnis yang jujur, yaitu para pengusaha atau pedagang yang senantiasa menjunjung tinggi kejujuran dan kebaikan, jauh dari kecurangan, kedhaliman serta manipulasi. Mereka menjaga keharmonisan hubungan dengan para karyawan.

·     Disiplin para karyawan. Ada jutaan diantara kita yang menjadi buruh atau karyawan yang mengabdikan dirinya baik ilmu, tenaga, dan keterampilannya pada perusahaan pada tempat dia bekerja. Ketidakdisiplinan karyawan akan membuat berantakan semua perencanaan, pemborosan serta risiko yang mesti ditanggung serta kerugian-kerugian yang tidak dapat dihitung dengan ukuran materi.

·    Sikap yang penuh pengabdian - ibadah – dari anggota masyarakat, dengan suasana marhamah jauh dari serakah, sombong dan iri dengki.

Bila itu terwujud tergapailah apa yang disebut  Baldatun thoyibatun wa robbun ghofur.

Langkah kongkrit

         Gamabaran negeri seperti diatas merupakan impian yang mesti kita wujudkan, kenyataan yang kita hadapi adalah para cendekiawan yang sombong, yang minteri, dan menjadi pelacur-pelacur intelektual yang cuma mengejar materi dengan berbagai cara. Penguasa yang jauh dari rasa adil karena politik yang dianut mereka bukan politik yang berpihak pada mensejahterakan rakyat. Tapi memegang prinsip bagaimana memperkaya diri dan keluarga. Para wakil rakyat tidak lagi memperjuangkan nasib para pemilihnya tapi berjuang untuk menambah penghasilan untuk dinikmati dirinya dan keluarganya.

Pantaslah kalau Kahlil Gibran pernah menyatakan :

“Yang merusak negara bukanlah mereka yang suka menanam, bukan mereka yang suka menenun, bukan pula mereka yang suka menjala yang merusak negara adalah mereka yang menjadikan politik sebagai mata pencaharian.” 

Pedagang atau pengusaha yang terlihat dimata mereka hanya keuntungan semata, mereka bersemboyan jujur membawa hancur, agama tidak perlu dibawa dalam urusan perdagangan, kita bisa membayangkan akan seperti apa jadinya bila mana pelaku bisnis jauh dari moral dan etika.

         Disiplin di negeri ini merupakan cerita kemewahan, karena disiplin merupakan barang langka di negeri yang terkorup didunia ini, pegawai negeri yang santai, peraturan yang tidak ditegakkan, undang-undang yang tidak dipatuhi, sikap karyawan dan karyawati yang ingin dilayani bukan melayani masyarakat sangat memperburuk krisis yang kita alami.

         Masyarakat yang diharapkan marhamah-yang penuh kasih sayang yang kita jumpai adalah masyarakat yang jauh sari santun mudah marah, kadang-kadang beringas. Kalau melanggar norma tak lagi merasa malu bersalah apalagi takut semua dianggap lumrah.

         Kita harus berubah, kita harus memperbaiki perilaku, jiwa dan rohani kita harus kita tata kembali agar yang muncul karakter yang mulia.

Ibadah shalat bukan hanya jungkal-jungkel tapi harus mampu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar,

shaum bukan hanya menahan lapar tapi membekas di jiwa agar nafsu dibawah kontrol akal dan iman, hati-hati setiap langkah yang diambil sebagai ekspresi dari ketakwaan kita.

Zakat diharapkan bukan demonstrative menyerahkan harta pada yang berhak menerima tapi menjadi sikap dan watak peduli serta solidaritas sosial sebagai kebangkitan kesadaran hidup bermasyarakat.



Adapun ibadah haji diharapkan mampu membawa perubahan radikal dalam diri, sehingga terwujud manusia robbani yaitu manusia yang senantiasa melandasi hidup dengan petunjuk Allah.

Qurban di idil adha yang baru kita lewati diharapkan kita mampu menyembelih sifat hewani yang melekat di diri kita sehingga mampu mengubah keakuan menjadi kekitaan. Langkah-langkah itu hanya bisa kita tempuh dengan kemauan dan kesadaran yang tinggi.

Hijrah Hati

         Kita yakin bahwa fitrah manusia asalnya baik dan menyukai kebaikan, termasuk masyarakat kita yang tengah carut-marut seperti yang sekarang ini. Hanya dengan kesadaran dan kemauan yang keras kita bisa keluar dari kondisi yang sangat memprihatinkan ini. Perubahan kearah yang baik atau lebih baik ini dalam bahasa agama di sebut hijrah. Merujuk pada perjalanan kehidupan Nabi yang berpindah dari negeri mekkah yang penuh kemusyrik menuju Yatsrib atau maddinah sebagai negeri harapan yang penuh cahaya peradaban.

         Tak adalagi hijrah (fisik) setelah tahun ini” itu sabda Nabi untuk memperluas cakrawala umat islam, hijrah bukan hijrah fisik, tapi yang utama adalah hijrah hati tertanam kecintaan dalam hati pada kebenaran, kebaikan, dan keindahan, tertanam pula ketidaksenagan pada kefasikan  dan kemaksiatan itulah hijrah hakiki yang mesti kita tempuh.

Sikap dan perilaku itulah yang dipakai khalifah kedua Umar bin khatab dengan pernyataannya : “Hijrah itu pembeda antara yang hak dengan yang bathil”. Itu pula yang dijadikan alasan hijrah merupakan titik awal perhitungan tahun dalam Islam.

Memang masyarakat Indonesia mesti berhijrah apalagi sinyalemen yang ditulis Wempi Pangkahila (Kompas 5 April 2004) menulis 10 tanda kerusakan moral bangsa kita :

-          Mudah melakukan kecurangan.
-          Menganggap diri paling benar dan hebat.
-          Bertindak tidak rasional.
-          Emosional dan mudah menggunakan kekerasan.
-          Cenderung bertindak seenaknya.
-          Cenderung hidup berkelompok dan berwawasan sempit.
-          Berpenderian tidak konsisten.
-          Mengalami konflik identitas.
-          Munafik.
-          Ingin mendapatkan hasil tanpa kerja keras atau menempuh jalan pintas.


Merasakan itu semua kita berkesimpulan hijrah merupakan suatu keniscayaan.

Wallahu a’lam, Kuningan, Januari  2006.


                                                   

Sunday, April 21, 2013

The People Who Shaped My Life #3 : KH Drs. URI MASHURI



Ust Uri Mashuri saat tahun 1986


Perjalanan hidup seseorang hingga menjadi kondisi sekarang takkan pernah lepas dari sosok-sosok yang ditemui dalam perjalanannya. Bahkan diantaranya amat berpengaruh sehingga menentukan arah hidup ke depannya. Bila menengok ke belakang, masa SMA bagi saya adalah masa pencarian makna hidup. Seperti terminal yang mana arah hidup setelahnya amat ditentukan oleh dinamika dan pencarian itu. Beruntunglah kita yang menemukan lingkungan yang bagus saat proses pencarian itu. Karena betapa banyak yang MADESU (masa depannya suram) karena ketidakberuntungan berada di lingkungan yang negatif. Sehingga terpengaruh dan larut dalam arus pusarannya.

Alhamdulillah saat  masa pencarian itulah saya bertemu lingkungan yang kondusif : SMANDA Kuningan. Sekolah yang bermarkas di Jalan Aruji Kartawinata 16 Kuningan adalah tempat terbaik menurut saya untuk pencarian makna hidup, waktu itu di Kuningan. Betapa tidak, saya bertemu dengan kawan-kawan yang lolos seleksi NEM terbaik. Input terbaik. Walaupun kemudian saya jadi tenggelam di antara gemerlap kepintaran anak-anak pilihan itu, tapi setidaknya tetap mendapat atmosfir kebaikannya. Terbawa arus gelombang kebaikannya.

Di SMANDA saya mengenal budaya Sholat Dhuha yang sebelumnya hanya tahu teorinya. Saat jam istirahat mushola penuh dengan siswa yang shalat Dhuha. Ruku dan sujud yang bergiliran terlihat seperti gelombang. Benar-benar potret ideal paduan antara kepintaran dan keshalehan. Aktivitas akademis dan kerohanian berjalan seiring seirama dengan indahnya. Saling menguatkan. Antara mengejar prestasi akademik dengan keistiqomahan ibadah menemukan gambaran terbaiknya di sini. Menjadikannya sekolah impian. Maka  saya tak terlalu terkejut saat tahun 2012 lalu, peraih nilai UN terbaik se-Indonesia lahir dari sini. 

Salah satu momen berkesan itu adalah saat ada sanlat Ramadhan. Waktu itu GEMMA SI (Generasi Muda Masjid Syiarul Islam) mengadakan Sanlat (pesantren Kilat) selama dua pekan di Masjid Agung Syi'arul Islam, Kuningan. Pesertanya adalah siswa-siswi SMA sederajat dari seluruh Kabupaten Kuningan. Dikoordinir di sekolah, saya jadi salah satu pesertanya.  Tahun itu ada libur pekan pertama Ramadhan. Pekan berikutnya Sanlat dilakukan setengah hari sepulang sekolah. Setelah sanlat usai ada pemilihan pengurus baru GEMMA SI. Jadilah saya anggota GEMMA SI Angkatan XIV yang saat itu ketua terpilih adalah Kang Budiyatna Ginarsa alias Boeggy.

Saat sanlat itulah saya sertemu sosok seorang ustadz rendah hati dan menyenangkan lawan bicara. Ceramah agamanya amat memikat. Baik mendengar langsung maupun via siaran radio. Mudah difahami oleh anak muda seperti saya saat itu.  Sosok kharismatik itu membuka wawasan tentang Islam yang berperadaban modern. Islam yang tak sekedar agama, tapi way of life. Jalan hidup untuk semua zaman. Maka Islam senantiasa aktual dan aplikatif. Komprehensif dan integral. Juga indah. Saya masih teringat kritikan beliau tentang seni Islam yang hanya berkutat di Qasidah.

Ia berhasil memberikan saya dan kawan-kawan yang aktif di Rohis dan Remaja Masjid  sebuah gambaran  Islam yang utuh. Tak sekedar kumpulan aturan yang isinya halal dan haram,  antara yang boleh dan tidak boleh. Serta panduan ibadah.  Ia membawa kita pada  makna Islam dan kepribadian muslim yang sebenarnya. Mengikuti ceramah-ceramahnya semakin menguatkan cakarawala pemahaman waktu itu yang sudah bersentuhan dengan pemikiran Sayid Quthb, Muhammad Quthb dan Yusuf Qardhawi melaui buku-buku yang diterbitkan Penerbit Salman, Bandung. Buku-buku tua itu sampai sekarang masih saya koleksi.

Beliau juga memberi contoh tentang konsistensi. Hingga akhir hayatnya ia tetaplah seorang Ustadz yang bersahaja. Wawasannya juga aktual. Terakhir melihatnya langsung dan mendengar ceramahnya adalah saat memberi khutbah nikah pada pernikahan salah seorang saudara sepupu saya di Cigadung, Kuningan. Itulah terakhir saya melihat wajahnya. Sorot matanya tetap tajam dan fokus. Bicaranya kaya makna dan efisien. Pilihan katanya sangat intelektual. 

Beliau juga mengajarkan tentang kedekatan antara seorang da’i dan mad’u-nya (yang didakwahi). Ia yang seorang tokoh level Kabupaten yang masih mau memberikan ta’lim pekanan kepada anak-anak SMA. Dengan audien yang jumlahnya antara 10-20 saja. Tidak banyak. Kepribadiannya juga egaliter, tidak bergaya kebanyakan orang tua yang sukanya menyuruh-nyuruh. Ia lebih banyak memberi wawasan dan inspirasi. Berbagi pengalaman hidup. 

Kesediaannya untuk mau akrab dengan anak-anak muda,  memberi saya pelajaran berharga tentang penghargaan terhadap potensi generasi muda. Bahwa pengorbanan waktunya itu akan memberi dampak jangka panjang. Saya adalah salah satunya. Interaksi saya dengan beliau menimbulkan kesan yang terus melekat. Walau jarak dan waktu memisahkan. Tapi sosoknya yang tegas, menyenangkan namun disiplin dalam ibadah menjadi inspirasi sepanjang hayat.  Saya teringat bagaimana beliau memarahi kami yang masih santai saat adzan berkumandang “Jangan mengaku remaja masjid kalau dengar adzan masih malas!”. Kemarahan yang efektif. Sorot matanya yang tajam membuat saya tak berkutik. Lantas menuruti titahnya. Saya sendiri kalau sedang dilanda "galau" hingga malas shalat berjamaah suka terbayang marahnya beliau dengan sorot matanya dan suara yang khas itu.

Saya jadi teringat kisah Yusuf a.s yang selamat dari fitnah wanita bernama Zulaikha. Saat itu adalah saat yang kritis karena segala sesuatunya mendukung untuk terjadinya perbuatan hina. Namun ada “al burhan” dari Sang Pencipta. Ia diberi peringatan oleh Sang Penjaga. Dalam bentuk apa? Itulah saat "hadir"nya sosok Ayahanda Ya'qub a.s. Ia “hadir” disaat genting itu dan memunculkan ketakutan Yusuf pada Allah. Selamatlah Yusuf dari fitnah (ada di kitab tafsir Ibnu Katsir dan juga tafsir Adhwaul-Bayan) . Dan sesungguhnya kita kadang memerlukan sosok-sosok yang dengannya Allah peringatkan kita di saat-saat lalai.

Kabar duka itu saya dengar dari Wa Agun, uwa saya yang di Cigadung, Kuningan saat beliau bertemu di Karawang. Beliau sampaikan kabar duka wafatnya KH Uri Mashuri. Menurut penuturan putrinya, beliau mengalami sesak nafas selepas mengimami sholat subuh di mushola dekat rumah. Kemudian dibawa ke ICU RSU 45 Kuningan dengan dugaan serangan jantung. Walaupun tidak ada riwayat jantung sebelumnya. karena tidak ada eprkembangan lantas dirujuk ke RS Harapan Kita. Diagnosa menunjukan ada cairan di paru-paru. Rupanya Allah lebih mencintai beliau, setelah seminggu dirawat, tepatnya tanggal 15 Juli 2007 beliaupun menghadap Sang Khalik. Innalillahi wainna ilaihi roji'un.

Untuk almarhum Al Ustadz KH Uri Mashuri, saya hanya bisa melantunkan do’a “Allahummaghfirlahu warhamu wa’afihi wa’fu’anhu... semoga Allah ampuni  dosanya, semoga Allah membalas segala kebaikannya dan menjadikannya pembuka kunci rahmat-Nya. Dengannya mudah-mudahan Allah balaskan surga nan tak terbayangkan keindahannya....aamiin.

Bersama Ibu Eha (kedua dari kiri), isteri almarhum. Saat silaturahim ke kediaman beliau di Cigadung, Kuningan.

KELUARGA : DARI KETAHANAN MENUJU PERADABAN

  Mengapa pembicaraan publik tentang wacana keluarga selalu bernuansa pesimis dan defensif, sehingga istilah yang muncul adalah 'ketahan...