Beberapa
waktu lalu, saat ada acara Halal Bil Halal di komplek perumahan. Waktu
duduk tiba-tiba ada seorang bapak yang duduk di samping kanan menawarkan
sebungkus rokok. "Silakan Pak, rokoknya", katanya. Spontan saya jawab "oh, maaf, punten saya tidak merokok". "Oh, gapapa kalau begitu," lalu si Bapak dengan nikmatnya mengepul-ngepulkan asap. Saya kembali jadi perokok pasif.
Kenapa
harus minta maaf ya? mestinya kan saya ngasih saran "Bapak sebaiknya
berhenti merokok saja. Usia sudah tua. Gak bagus buat dompet dan
kesehatan. Lebih baik buat sedekah fakir miskin, yatim piatu atau beli
buku buat anaknya... bla...bla...bla". Hmm... Dunia memang sedang
terbalik.
Bagi para
pembaca, membaca judul di atas sepertinya sudah bisa menebak arah
pembicaraan kali ini ya. "Paling-paling nyindir yang merokok?" Gak
salah-salah amat sih, he he. Tapi tetap ada yang beda donk. Salah
satunya, saya tidak mendahului dengan minta maaf pada pembaca yang
merokok seperti ke bapak tua di acara halal bil halal itu. Walau tulisan
ini memang rada mencubit. Biasanya kan begitu, "Mohon maaf kepada
pembaca yang merokok kalau pernyataan saya agak menyinggung". Kali ini
saya tidak! Karena bagi saya minta maaf pada perokok adalah sebuah
kekeliruan. Nah lho?
Kita
semua sudah pada mafhum akan bahayanya bagi kesehatan tapi kenapa gak
berkurang-kurang jumlah para perokok. Indonesia masih surga bagi
perokok dan neraka bagi yang tidak merokok. Orang bebas seenaknya
merokok di tempat umum, di pengajian, di dalam angkot, bis kota walau di
sampingnya anak-anak, ibu hamil atau saya yang udah kipas-kipas tangan
di depan hidung. Itu karena bangsa ini terlalu toleran pada hal-hal
negatif. Malah dihormati dengan "mohon maaf" itu. Inilah salah satu
potret masyarakat yang sakit.
So,
beberapa catatan di bawah akan menjadikan gambaran bangsa ini memang
bangsa yang masih sakit. Ini sakitnya baru gara-gara rokok, lho! Belum
yang lainnya...
Anehnya,
cukai rokok yang tinggi justru dibayar orang miskin. Sebanyak 6 dari 10
rumah tangga termiskin memiliki pengeluaran untuk membeli rokok. 70%
perokok adalah warga miskin. Pengeluaran untuk rokok hanya lebih kecil
dari makanan pokok dan pengeluaran ini mengalahkan 23 jenis pengeluaran
lainnya . Warga miskin itu ternyata lebih memilih beli rokok daripada
bayar SPP anak sekolah atau membeli susu buat anaknya. Sepertinya tidak
terpikir untuk menabung. Apalagi sedekah. Kan merasa miskin, gak mungkin
sedekah. Inginnya diberi sedekah.
-Iklannya kreatif dan mudah diakses
Iklan
rokok yang ada sebenarnya bentuk penyesatan masyarakat. Identifikasi
perokok dengan "lelaki sejati", maskulin, sportif, berani, kreatif
adalah sebuah penjerumusan. Upaya penggiringan untuk menghirup racun
secara massal dan bunuh diri perlahan-lahan. Apalagi disempurnakan
dengan papan reklame rokok yang besarΓΓ terpampang di jalan utama dan
tempat strategis.
-Anak muda jadi sasaran rokok
Bisa-bisanya
izin diberikan untuk konser musik dengan sponsor rokok. Hanya demi
sejumput pemasukan pajak hiburan, generasi muda dijerumuskan. Kita
memang dipimpin oleh pemimpin yang nggak mengerti arti membangun dan
arti merusak. Di benaknya hanya uang dan uang. Mana berkah bangsa ini
kalau cara mengelolanya seperti ini. Berfikir nggak sih para pemimpin
itu? Maka jangan heran kalau konsumen rokok remaja laki-laki yang tahun
1995 hanya 13,7 persen naik menjadi 37,3 persen tahun 2007. Ini sudah
tahun 2012 ya, berapa persen sekarang?
-Saat ada program CSR perusahaan rokok, yang dapat bantuan merasa bangga
Sebuah
perusahaan rokok, melalui program CSR-nya menggelar seleksi bagi calon
penerima beasiswa. Iklan di TV juga gencar. Katanya mau mencetak
generasi berkarakter pemimpin. Saya tebak, yang daftar pasti bejibun.
Di zaman pendidikan jadi komoditas, beasiswa adalah oase di padang
pasir. Tapi, kalau jadi mahasiswa karena beasiswa dari rokok dan
bangga, apa kata dunia? Mau kemana arah pendidikan kalau mahasiswanya
saja tidak bisa membedakan barang yang bagus dan barang yang merusak?
-Even olah raga disponsori rokok
Maksudnya
baik, demi prestasi. Juga demi pestise. Tapi, penyelenggara even olah
raga seperti kehilangan kreativitas. Maka olah raga yang bertujuan
menjadikan bangsa sehat malah disponsori rokok. Habis olah raga terus
disuruh merokok dan bilang "WOW" , gitu?
Di negeri
yang sepakbolanya maju ternyata tidak sekedar skill pemain dan
managemen klub yang bagus, tapi kepeduliaan lingkungan
dan kesehatan juga terjaga. Silakan lihat logo sponsor di kaos MU, Ajax,
Real Madrid. Kalau nggak sepatu, bank, kendaraan atau teknologi. Adakah
rokok di sana? Di sini malah jadi sponsor utama. Siaran langsung sepakbola dunia dan liga Inggris sponsornya juga rokok. Duhhhh!
-Yang tidak merokok harus minta maaf
Ini juga yang membuat para perokok dimanjakan dan dihormati. Contohnya seperti di awal tulisan di atas.
-Jadi gaya hidup
Alasannya
biar gaul. Biar diterima komunitas. Ada juga buat teman cari ide.
Sebenarnya ini cermin nggak mampu mengendalikan keinginan sendiri.
Contohlah saya, buat tulisan di blog nggak perlu pake nyedot asap, he he
- Mengabaikan fatwa ulama dengan memproduksi rokok
Bahkan fatwa ulama tidak digubris. Oleh sesama ulama pula! Yang membuat ngenes
malah ada yang produksi rokok. Di Jawa Timur ada tuh yang
seperti ini. Dalihnya, agar uang buat beli rokok, keuntungannya kembali
ke mereka. Nggak semata dinikmati orang lain. Beuuu.... :(
-Suka cari-cari dalil pembenaran
Karena
diantara ulama banyak yang berpendapat kalau hukum merokok hanya makruh,
tidak haram. Maka, tidak merasa dosa kalau dilakukan. Ada lagi berdalih
kontribusi pajak. "Merokok itu berarti ikut membangun bangsa lho,
pahlawan pembangunan juga. Kan bayar cukai!" #gedubrakk!
Untuk
diketahui, cukai rokok yang tinggi itu sebenarnya tujuannya bukan untuk
penerimaan negara, tapi lebih ke mengurangi konsumsi rokok. Ini namanya
fungsi "mengatur" dari pajak. Tidak semata-mata agar duit masuk ke kas
negara. Jadi, bayar cukai rokok itu sebenarnya sebentuk sanksi karena
sudah beli rokok yang mengandung racun. Lha, ini malah bangga ??!!
-Pasang spanduk iklan rokok di masjid
Sekarang,
marketing rokok tak sekedar mengincar pasar konsumen di even olah raga
dan kesenian, tapi sudah masuk ke rumah ibadah. Terutama pada bulan
puasa. Di banyak masjid sudah banyak yang pasang spanduk rokok
bertuliskan "Selamat Beribadah Puasa". Maka jangan heran kalau pengadaan
kitab suci Al-Quran pun dikorupsi. Karena perlakuan tak pantas terhadap
simbol ibadah dan agama sudahΓΓ dicontohkan oleh para ustadz
pengelola masjid sendiri.
-Bangsa yang orang terkayanya dari rokok
Dari
10 posisi teratas orang terkaya di Indonesia menurut versi Fobes tahun
2012, dua orang teratas adalah pemilik perusahaan rokok. Kaya dari
jualan rokok. Sepertinya hanya dari Indonesia yang orang terkayanya dari
jualan rokok. Kalau negara lain kan keren, kaya dari teknologi, minyak,
atau property.
-Terakhir, balita yang merokok
Kalau ini, saya speechless.
Udah parah bangeeeeet soalnya. Lagi-lagi saya berfikir, kemana pikiran
para produsen rokok dan pedagangnya, para orang tua dan para
pemimpinnya???
Apa Hubungannya dengan SUMPAH PEMUDA??
Ya
dihubungkan saja, mumpung suasana masih Hari Sumpah Pemuda, he he.
Mestinya, pemuda sekarang malu pada pemuda dulu. Kalau para pemuda zaman
pergerakan berani bersumpah demi kejayaan bangsa. Punya wawasan
nasional yang cerdas sehingga melahirkan 3 point kesepakatan strategis :
bertanah air, berbangsa danberbahasa satu : INDONESIA.
Maka,
kalau anak-anak muda sekarang mau laksanakan sumpah pemuda, lakukan
yang simple dulu. Canangkan gerakan STOP MEROKOK! Lawanlah dulu
nafsu diri sendiri. Kalau berhasil, bolehlah mengambil target lebih
besar. Mau jadi pengusaha sukes, atau mau jadi politisi. Silakan!
No comments:
Post a Comment