.
Ahad lalu, 5 Agustus 2012, adalah hari yang mengasyikan. Itu karena saya seperti mengalami deja-vu.
Waktu seperti berputar ke belakang. Mengulang sejarah. Kembali ke waktu
abege usia belasan tahun. Itu karena saya harus mengawal acara Sanlat (Pesantren Kilat) anak remaja Karima (Keluarga Remaja Islam Masjid) Baitul Muttaqin Blok T Perumnas Karawang, masjid komplek tempat saya tinggal. Tempatnya di Wisma Jati, Komplek Waduk Jatiluhur, Purwakarta. Lokasinya persis di atas jalan arah menuju turbin.
Amanah sebagai pembina Karima itu mengharuskan kebersamaan sejak mulai bikin planning, organizing, actuating, hingga controlling dan terakhir evaluating.
Impelementasi fungsi pembimbing Karima memang begitu. Ada juga sebab
lain, kalau ada pihak orang tua atau DKM bertanya tentang Karima,
sayalah yang ditanya. Itulah kenapa saya harus dampingi anak-anak itu.
Jadinya seperti kembali ke usia belasan tahun. Ternyata asyik juga ya,
rame-rame bareng abege, he he
Fungsi bimbingan memang penting pada anak-anak yang sedang belajar
berorganisasi. Pada sanlat kemarin, contohnya, anak-anak itu belum siap
kalau harus melobi orang tua yang punya mobil untuk dipinjam seharian,
gratis dan sekalian sopir. Maka saya yang sudah jadi bapak yang harus
turun tangan. Bisa jadi contoh bagaimana seni melobi. Termasuk juga
saat meyakinkan pengurus DKM agar dana subsidi bisa maksimal.
Dengan segala keterbatasan di sana sini, dan anak-anak itu sempat
galau saat hari Sabtu pagi, 4 Agutus 2012 pendaftar masih 20 peserta.
Akhirnya Ahad pagi besoknya, dengan berhasil melibatkan 7 mobil plus
sopirnya, ditambah rombongan dari Rengasdengklok di bawah ketua Kang
Maturidi, sebanyak 65 peserta berangkat ke Jatiluhur. Terakhir menyusul,
ada empat anak peserta diantaranya yang berangkat naik motor
Karawang-Purwakarta. Memobilisasi 65 peserta dari blok T Perumnas ke
Jatiluhur menurut saya sebuah capaian yang lumayan bagus untuk ukuran
remas satu Blok di Perumnas.
Sedikit Kejutan Saat Acara
Saat acara dimulai, yang muncul jadi MC ternyata Wulan dan Lia. Dua
akhwat yang dua tahun lalu masih malu-malu, sekarang sudah terlihat
lebih dewasa. Sudah kayak mahasiwi banget. Sedangkan yang tilawah justru
ketuanya sendiri, Fadli. Lantunan tilawahnya mengingatkan saya pada
negeri Palestina. Merdu.
Secara keseluruhan acara alhamdulillah lancar. Paparan pertama tentang tauhid oleh Kang Ahadiat yang dikemas dalam tema "who Am I"
disimak dengan sungguh-sungguh. Ini karena dikombinasikan dengan
paparan yang detail dan kronologis tentang beberapa orang sosok sukses
yang berangkat dari nol.
Tadinya saya ingin menampilkan Kang Dede Syamsudin yang
lulusan S2 Jerman sebagai sosok nyata dan askar (asli Karawang). Namun
ayah dua anak asli Jayakerta, Karawang ini kadung ada acara ke Bandung.
Untungnya masih sempat saya todong untuk memaparkan pengalamannya di
Jerman itu secara terbatas ke Pengurus Karima, saat jadwal kajian
pekanan yang sengaja saya barengkan dengan rapat panitia sanlat.
Kebetulan tempatnya sama-sama di rumah, Jum'at malam sebelum acara
sanlat.
Saya memang memerlukan sosok yang bisa jadi contoh. Kalau tentang
akhlaq, insya Allah banyak sosok yang bisa dijadikan contoh. Tinggal
aspek lain. Karena segmen remaja masjid masih pada sekolah, maka sosok
anak kuliahan di luar negeri dan tetap sholeh adalah contoh ideal. Ini
agar saat anak-anak itu cerita ke ortunya, respon yang diharapkan adalah
dukungan. Tidak sekedar membiarkan anak ikut Remas.
PAda kesempatan itu juga, saya undang Kang Marano, Ketua BKPRMI (Badan Komunikasi Remaja Masjid Indonesia) Karawang.
Agar anak-anak tahu bahwa organisasi remaja masjid punya lembaga yang
jadi ajang komunikasi antar organisasi remaja masjid. Jadi bisa saling
sharing pengalaman. Juga saling undang kalau ada acara.
Performa K-Voices
Aspek seni saat acara sanlat, menurut saya adalah menu wajib. Maka
saya minta saat rapat, harus ada permormance seni, entah nasyid atawa
puisi. Saat acara, yang tampil adalah nasyid pop ala Edcoustik dan
Ungu. Diiringi gitar.
Mungkin
ada yang tidak sependapat dengan saya dan cenderung hindari alat musik
non perkusi. Di sini saya hanya mencukupkan pada pendapat Ust Yusuf Qardlawi pada buku Halal dan Haram Dalam Islam.
Di situ ada penjelasan tentang seni dan musik sangatlah jelas dan
gamblang. Tidak mengekang juga tidak liberal. Ada saatnya keindahan dan
harmoni harus ditampilkan. Saat pernikahan, tasyakuran atau sanlat
adalah saat yang pas untuk menampilkan seni Islami.
Dukungan Ortu
Dukungan ortu memang penting. Sebagus apapun minat anak, kalau ortu
negatif akan susah. Alhamdulillah para ortu sudah pada menaruh trust.
Setidaknya ini terlihat dari jumlah peserta. Hal yang menarik lagi
adalah Bapak-bapak yang minjamkan mobil plus jadi sopir, hampir semua
menunggu sampai selesai. Tidak pulang dulu. Haji Ali, salah seorang bapak yang memfasilitasi tempat serta Avanza-nya, malah ikut mendengar uraian Kang Ahad.
Malamnya salah seorang ortu yang ikut saya paksa tampil di panggung
menyanyikan satu hit dari Band Wali yang syairnya religius. Seketika
ruangan jadi kayak konser dadakan. Dua orang bapak terlihat ikut sesi muhasabah (sesi renungan) yang dibawakan Kang Iyon Syamsudin. Memang baiknya ortu ikut acara. Biar jadi pembicaraan di kalangan orang tua kalau acaranya memang bagus.
Hal-Hal Yang Luput
Adapun hal-hal yang luput dan tidak sesuai rencana misalnya kurangnya
konsumsi. Juga air mineral yang minim. Anak-anaku memang tidak berfikir
detail kalau air dari catering hanya satu untuk makan besar. Untuk
takjilnya mana? Saya memang biarkan itu dan sengaja saya yang eksekusi
sendiri. Biar saat evaluasi jadi seru dan jadi kesan tersendiri, he he
Alhamdulillah, keseluruhan acara sanlat dituntaskan saat rapat
evaluasi, Selasa malam. Berikutnya. Saya lihat dan rasakan kalau
anak-anak itu kini semakin merasa sudah punya identitas baru : remaja
masjid.
.
Besoknya ketua remas, Fadli, kirim sms : "pa, karima mau bikin baju seragam, gmna pa?"
Saya jawab : "ide yang bagus, biar punya ciri khas dan ada kebanggaan jadi remaja masjid!"
Kamis tengah malamnya, saya jumpai anak-anak itu sedang i'tikaf di masjid. Alhamdulillah.
Terakhir, malam Ahad 25 Agustus 2012 kemarin, paska lebaran, berlangsung pemilihan pengurus Karima yang baru. Terpilih Aan sebagai ketua dan Rangga sebagai wakil.
Dari
wajah optimisme anak-anak Abege itu, sebagai orang tua saya tidak
begitu khawatir dengan lingkungan kapilatalisme dan konsumerisme yang
semakin mengepung. Salah satunya, 500 meter dari masjid itu ada Mall
terbesar Karawang yang sudah mulai beroperasi sejak awal Ramadhan
kemarin. Jadi simbol kapitalisme baru yang mulai jadi magnet anak muda
Karawang. Sebagai ortu saya hanya bisa berujar : untung ada Karima!
Karawang 28082012
No comments:
Post a Comment