Monday, July 18, 2011

Hari Pertama Di Sekolah Alam

Dhiya dan Teteh berangkat ke sekolah barunya : SAKA



Ini catatan saya catatan tentang hari pertama anak saya Fathiya dan Diya masuk ke sekolah alam, 18 Juli 2011 lalu. Selamat menyimak...

18 Juli 2011 @Karawang

Suasana jalanan pagi itu terlihat dari kaca mobil masih berdebu disana-sini. Khas suasana kemarau di Perumnas Telukjambe, Karawang. Di kursi depan, Diya duduk manis dengan pakaian bebas. Tak ketinggaalan topi toga dan name tage terbuat dari karton dan kertas koran, uniform wajib masa perkenalan siswa baru. Sedangkan Fathiya duduk di kursi tengah, juga dengan uniform sama.

Letak Sekolah Alam Amani kalau ditarik garis lurus dari rumah sebenarnya dekat sekali, cukup jalan 10 menit saja. Namun karena terhalang sungai kecil dan tidak ada jembatan permanen, menjadikan jarak ke sekolah jadi berlipat lipat. Harus memutar dulu. Melewati masjid Blok T, Jembatan sungai, Pasar Blok R dan Blok S, juga Pasar Tradisional, serta SDN Wadas dan Perumahan dParahyangan.

Sampai di lokasi, papan nama sederhana berwana kuning-orange seolah menyambut secara bersahaja. Dipasang dipinggir jalan Pintu Air Wadas, di sebelah kiri Gang masuk selebar 1,5 meter. Gang itu hanya cukup untuk motor. Walau sederhana, papan nama itu seakan menyapa dengan hangat dan semangat.
Gerbang SAKA
Tepat pukul 06.30, tiba di sekolah itu. Sebuah sekolah yang dibangun oleh idealisme. Dibangun dengan kepedulian. Juga Optimis. Kesan digegas ada juga. Seperti bayi premature, yang dipaksa lahir sebelum waktunya. Ya, kalau ditanya alasan kenapa memasukkan anak ke sana. Jawaban ringkasnya ya idealisme itu. Inilah jawaban final yang diberikan nyonya permaisuri ketika ditanya pihak sekolah. Itu memang sudah cukup, nggak perlu ditanya yang lain.

Bagaimana tidak, tempat belajar si Teteh hanyalah saung beratap asbes. Bukan genteng bukan jerami. Tiang penyangga full dari kayu. Untuk menahan angin dibagian belakang dipasang jaring. Kadang dengan krei bambu di kiri kanan dan depan, untuk menahan panas, angin dan hujan. Papan nama Penanda bahwa itu bangunan gedung SMP hanya sebuah tripleks ukuran 40 cm x 1 meter. Ditulis dengan lukisan tangan hasil karya Wazirudin Ahmad, salah satu siswa kelas VIII. Terlalu sederhana memang.

Gerbang masuk ke Kompleks Sekolah Amani juga sederhana saja. Terbuat dari rangkaian kontsruksi bambu tanpa plitur yang membentuk gapura. Disana digantungkan spanduk bertulis kawasan wajib berbusana muslim. Di kiri kanan gerbang hanyalah pagar yang juga dari bambu yang sudah agak miring secara keseluruhan. Pintu gerbangnya juga dari bambu.

Luas saung untuk tiga kelas SMP itu hanya sekitar 4 x 15 meter. Kalau kumpul semua anak sebayak 30 anak. Pastilah ramai, apalagi tanpa dinding pembatas yang rigid. Suara kelas satu terdengar oleh yg lain. Keberadaan Saung SMP sedikit tertolong dengan karena berada dalam satu kompleks dengan SD yang sudah memakai kontruksi beton untuk tiangnya. Jadi kesan terhadap bangunan terbawa oleh bangunan SD, jadi agak lumayanlah tampilannya. Kalau Saung SMP berdiri sendiri, mungkin orang tidak akan mengira kalau itu sebuah sekolah. Lebih mirip rumah makan lesehan. Karena bentuknya memang mirip.

Di halaman sudah berkumpul siswa-siwa baru, sudah ada Puput teman sekelas Fathiya disana dengan diantar sang Ayah. Anak asuh Ustadz Aceng yang masuk lewat jalur beasiswa juga sudah ada. Ustadz Aceng pengasuh masjelis taklim A Ridwan di Jalan Pintu Air Wadas itu memasukan 6 siswa utk SMP kelas 1 dan 1 anak untuk kelas 2. Beasiswa ditanggung oleh LAZIS Amani dan PKPU. Lembaga Fundraising yang baru berdiri akhir bulan April 2011. Ini menjadikan SMP Amani menjadi unik. 9 anak dari jalur normal dan 9 anak dari jalur social. Ini seolah sebuah ikrar pembuktian bahwa dengan sedikit berfikir dan kepedulian, sebenarnya kita mampu memintarkan anak-anak dhuafa itu. Dengan kualitas dan kuantitas yang maksimal. Walaupun untuk memunculkan idealism itu perlu perjalanan cukup panjang. Perlu pencarian. Perjalanan masih jauh. Ya, semua baru mulai.

Pertemua hari itu hanya menyampaikan agenda KBM semester I. Pertemuan dilaksanakan secara lesehan di Saung itu. Memang efisien betul ya. Bisa multifungsi. Kadang dipake juga buat Mabit dan Buka puasa bersama.

Saya jadi teringat keprihatinan banyak pihak pada beberapa kejadian sekolah yang ambruk kemudian belajar di tempat darurat. Ada yang di balai desa, di parkir mobil. Bahkan di kandang kambing atau ayam. Tak heran kalau menjadi semacam keprihatinan masal tatkala membaca SD Gantong di cerita lascar Pelangi sampai harus ditopang kayu agar tidak roboh. Di SMP Amani, kalau mau memakai standar bangunan, sejal awal tempatnya darurat terus. Karena memang memilih secara sadar. Bahwa belajar tidak boleh mengandalkan gedung. Inilah salah satu prinsip belajar yang merdeka itu.

Jadi Sekolah Alam Amani seolah menebar pesan, bahwa kalau mau menikmati belajar, nggak usahlah mengandalkan gedung sekolah. Karena belajar hakikatnya bisa di mana saja. Karena membangun gedung supermegah seperti dicontohkan Pemkab Karawang, bila tidak diiringi pengembangan kualitas guru, akan sia-sia saja. Masalahnya memang bukan pada gedung. Herannya, yang diperbaiki kenapa selalu gedungnya?
Jadi marilah kita hentikan kecengengan atas kekurangpedulian pemerintah itu (Kalau memang begitu kenyataanya). Karena harus menunggu sampai kapan? sedangkan anak-anak kita harus dipenuhi kebutuhannya sekarang. Terutama kebutuhan akan guru-guru yang punya visi dan cinta pendidikan. Juga kurikulum yang memerdekakan. Karena kalau tidak anak-anak kita adalah korban langsungnya. 

Jadi, sekali-lagi jangan cengeng! Belajarlah tentang dunia belajar lalu berbuatlah segera. Paling tidak bersikaplah yang tegas dan tegar. Jangan terlalu terbawa gengsi dan selera.
Ya, pagi ini hari pertama mengantar 2 buah hati ke Sekolah Alam Amani Karawang, 1 SD, 1 SMP : Utk Dhiya' & Fathiya, moga Allah mudahkan ya Nak, jalani hari2 yg akan beraneka warna, krn Ananda akan belajar kehidupan di sana. Bersyukurlah & bersemangatlah.
Nikmatilah hari2 Ananda bersama ibu & bapak guru yg terlihat pancaran kasih sayangnya itu. Nikmatillah hari2mu bersama 9 anak yatim dan dhuafa itu. Sayangilah mereka ya, jangan mengejek, apalagi menghina mereka. Reguklah ilmu di sana, di saung itu, di outbond itu, di outing-class itu, dan dimanapun Ananda dapatkan. Itulah bekal Ananda di masa depan...
Karawang, 18 Juli 2011

Sunday, July 3, 2011

Reuni SMA

Dress-code Reuni


Sabtu, 2 Juli 2011 adalah istimewa. Bukan tanggal kelahiran atau pernikahan yang biasanya dikenang. Ini adalah waktu ketika segala memori berkumpul. Mengikuti hadirnya sekumpulan raga yang sudah beranjak usia. Segala rasa yang sempat teralami hadir lagi. Sepenggal episode seakan diputar kembali. Ia seolah mesin waktu yang memutar ke 19 tahun lalu.

Ia seolah ditakdirkan jadi ajang pembuktian. Maka bagi yang merasa pencapaian hidupnya telah diraih. Ia adalah Si Dia yang dinanti. Sebaliknya, bagi yang masih terseok-seok, terpuruk, terjatuh, bingung dan kesepian, maka ia adalah sosok yang mengerikan. Bahkan Ia tidak terpikirkan. Mungkin Ia dirindu sekaligus dibenci. Jadi minder, kata Kang Andi Suwandi mah.

Isi kepala mungkin masih dipenuhi pertanyaan Who am I? saha urang teh? siapa diri ini? Kenapa diri ini? Dimana ia akan eksis dan berlabuh. Pertanyaan tentang pencapaian dan eksistensi diri-kekinian serta misteri masa depan. Prestasi juga gengsi. Ya, Si Dia itu bernama REUNI. Ia memang seringkali menampilkan wajah ganda, manis dan menyeramkan.

Sebenarnya, bila logika syukur nikmat yang dipakai, reuni adalah sosok makhluk manis yang pantas dirindukan. Umur yang Allah berikan hingga kita masih bernafas saat ini melebihi segala pencapaian dunia. Lebih dari apapun. Darinya bermiliar nikmat masih akan diturunkan-Nya. Masih akan dinikmati. Melebihi nikmati berkendara atau berwisata. Melebihi eksistensi di hadapan manusia, Apalagi sekedar gengsi. Juga karena ia mengandung berjuta harapan. Selebihnya kehadiran dan ketidakhadiran reuni hanya masalah teknis, hanya pengaturan jadwal saja…

Itulah makna dari sebuah reuni terasa saat menghadiri reuni pertama SMA angkatan 92 awal Juli 2011 lalu. Saya ber-es em a di SMAN2 Kuningan, Jawa Barat. Nah, sebagai prasasti penghargaan buat panitia dan obat kalau lagi kangen dengan teman seangkatan, saya coba tuliskan reportasenya… selamat menikmati…

@ Prima Resort, Sangkanhurip - Kuningan

Selepas persiapan yang seringkali bingung harus pake apa, itu karena bukan badan sasampayan yang pake apa saja enak di lihat (memang moment yang paling mengerikan adalah saat milih baju sama kalau mau foto-foto. Perasaan sulit sekali serasi dan fotogenik. Nasiiib, he he) si Macan abu-abu segera meluncur ke arah utara. Sendirian saja. Karena panitia memang menghendaki suasana persis dengan waktu SMA dulu yang masih bujangan.

Pagi yang cerah saat tiba di Prima Resort, Kuningan, menjelang pukul sembilan pagi kira kira. Lokasinya di dekat kolam air panas Sangkanhurip. Walaupun urang Kuningan, ini pertama kali tahu tempat itu. Tempatnya cukup bagus, sejuk dan rindang serta naik dan turun karena kontur tanah yang berbukit, seperti vila atau hotel di Puncak atau Lembang

Saat mencari lokasi, bertemu dengan Honda Jazz, sang driver rupanya Kang Boeggy. Wajah masih sapertos kapungkur. Awet muda. Setelah itu ketemu Innova hitam. Driver-nya saya kenal. Walaupun ketemunya di SMP 2 Kuningan, namanya Carsah. Hanya dia yang lupa, mungkin tampilan wajah yg sudah terlalu berbeda dimakan usia dan problema, he he:
"Saha iyeu teh?, punten meni hilap?" Kang Carsah bertanya

"Saya teh Solihudin, Kang, rencang SMP 2 tea" Saya jawab dengan yakin
Sihoreng, beliau suami dari Nining Rusmianingsih

Sampai di kedai kopi ketemu sosok jangkung badag, calana sontog, jiga rek nguseup di walungan. Teu bireuk ku Yunan Bahtiar mah, alias Abah tea. Lamun keur ngarampayak sambil nyepeng kokol hideung alias mikrophone, suasana langsung jadi gar-ger ku loba nu surak. Komo heureuy khas Abah mah, 17 tahun ke atas tea. Eta ku seueur teuing koleksi humorna, kenging ti mana? meni teu seep-seep. Ieu panginten anu disebat kecerdasan linguistic, sanes?

Belakangan baru tahu kalau rumahnya malah bertetangga di Karawang. Kalau Kang Yunan di kompleks cluster May Flower Galuh Mas, sebuah kawasan elit baru di Karawang. Jaraknya cuma sekitar 500 meter dari rumah saya yang mewah (dulunya mepet sawah) di perumnas Bumi Telukjambe.

Ada juga Kang Yosep HP (sanes Yosep toko HaPe, ieu mah Yosep Hendra Priyadi) sang Ketua Panitia. Kang Dadang Surahman oge tos aya. Oge Kang Tomi sareng nyonya Eva selaku panitia. Di pihak ibu ibu sudah stand by bu Ade Erni, bu Nunung, sareng Bu Nining.

Satu per satu pada jul jol. Ada yang angger keneh sapertos Kang Atang, awet muda geunging janten pak polisi mah. Aya anu bareukah tanda berkah sapertos Budi Gede. Rambut Kang Budi Gede ternyata sami sareng sim kuring, krisis pertumbuhan. Kalau sim A, eh sim kuring kumargi ngetangan wae angka artos tapi teu aya artosna. Budi Gede mah jigana kusabab mikirian wae LPJ Proyek di Dinas PU Kuningan. Kudu ngitungan heula pasir berapa butir. Atuh lieur meureun he he

Ada yang datang serius seperti saya, Atang, juga Budi Cahyana pake kemeja pendek kayak mau Kondangan. Ada juga yang hanya cukup berbusana biker seperti Ana Moel. Lengkap dengan dua sepeda gunung di atas Baleno (pami lepat punten ya Kang Ana Moel). Rata-rata memang pada berbusana santai. Tapi pada akhirnya semua pake kaos spesial reuni.

Kang Lukman "lakmuy" partner dulu waktu ngedarin infaq ka unggal kelas oge alhamdulillah tiasa dongkap. Hanya nggak lengkap karena Kang Udin "duyeh" Solehudin henteu hadir. Kalau hadir, trio ablech-lakmuy-duyech dari kelas Phisik, pastinya seru. Untungnya Kang Yayat Hidayat sesama mantan Seksi Kerohanian, bisa hadir juga.

Beberapa nama yang saya ingat : Dindin Nuryadin, Agus Deni Herlana, Iceu Yunianingsih, Sinta Yuriza, Dian Kania, Toto AS, Dudi Awaludin, Kang Iwan Joel, Novi, Iswandi, Yayan, Beni Imam, Andi Suwandi, Tedi Lesmana, Gigin, Budi Cahyana, Budi Hartato, Lina Herlina, Nina, juga Yuli KY. Waduh siapa lagi ya….? maaf yg belum ke absen… mestinya copas dari daftar hadir ya… hanjakal pisan. Meni henteu kaemutan pisan…

Lokasi acara dipusatkan di sebuah halaman (pami teu lepat mah lapangan poli ya) dengan tenda, sound system dan background sudah terpasang. Temanya Amprok Jonghok. Keren dan kreatif pisan lah…. Kursi dan meja juga sudah tertata rapi.

Acara dimulai dengan basmalah oleh Ajengan Yunan Bahtiar. Setelah itu sambutan Ketua Panitia, Kang Josep HP yang diisi kisah fiktif dua orang SMANDA yang mau besanan (sambutan yang aneh he he he, tapi asyik). Sambutan berikutnya dari Kang Boeggy sebagai mantan ketua OSIS, inohong angkatan 92. Pami ieu mah sambutan asli pejabat. Diteruskan ku sambutan dadakan ti Kang Rundy Setia Negara, eh punten lepat, Satria Nugraha yang baru datang ke lokasi.

Acara dilanjut balap bakiak sareng bal-balan plastik di lapangan bola. Itulah puncak kebersamaan yang dirasakan kembali. Amat dekat. Amat terasa. Ha ha hi hi-nya terasa Smanda banget. Waraas pisan pokokna mah.

Sesudah keringetan, dilanjut acara nyanyi dan kuis dipandu Abah dan Yuli. Duet MC yang heboh. Bu Yuli bisa juga mengimbangi guyonan khas Abah yang sering nyerempet itu. Ada nyanyi ada jogged. Ada teka-teki. Ada juga Faried Arif yang ultah dihadiahi lemparan telor (aya aya wae, he he). Juga door prize. Hadiahna CD, anduk sareng farfum (pami CD teh singkatana naon? Compact Disc?). Di penghujung acara disepakati rencana tindak lanjut berupa arisan online. Bu Eva NL yang mengelola.

Teriakan histeris beberapa kali terdengar, saat ada yang baru datang. Saat kang Rahman konan, Farid Arif, Nana Sudiana, Dian Haryani, Koharudin “koyek” dan beberapa yang lain tiba-tiba nongol di acara.

Oh, ya ada yang kelewat… di deretan meja belakang ada kambing guling buat santap siang. Juga ada Kupat Tahu, serta Hucap. Makanan yang bikin kangen sama kota Kuningan. Suasana spiritual juga terasa saat shalat berjamaah. Kang Lukman yg mantan ketua Rohis jadi imamnya. Terasa lagi suasana Smanda-nya. Hmmm…







Sentuhan akhir ada pada sesi foto-foto. Tak lengkap rasanya moment seeperti reuni tanpa dokumentasi. Kelak, dokumentasi inilah jadi barang paling dicari.

Euuu…waktosna seep paramitra…
Hanjakal pisan nya. Panginten sakitu wae heula ti sim kuring. Insya Allah disambung deui pami aya reuni, he he… mudah-mudahan Allah maparin yuswa sareng kesempatan. Teu hilap hatur nuhun ka Panitia anu parantos menginisisasi.
Mudah-mudahan Allah membalas dengan kebaikan yang lebihamiin.

Karawang, 4 Juli 2011

KELUARGA : DARI KETAHANAN MENUJU PERADABAN

  Mengapa pembicaraan publik tentang wacana keluarga selalu bernuansa pesimis dan defensif, sehingga istilah yang muncul adalah 'ketahan...